Minggu, 20 Juli 2014

Laporan Ekoper



I.       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kata ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Erneast Haeckel, ahli biologi Jerman pada tahun 1986. Kata “ekologi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu Oikos yang beratti “rumah” atau “rumah tangga” atau “tempat tinggal” dan logos yang berarti “ilmu” atau “studi”. Jadi ekologi adalah ilmu yang mempelajari tentang rumah atau tempat tinggal makhluk hidup (Odum, E.P. 1996), atau ekologi adalah ilmu yang mempelajari rumah tangga lingkungan, tempat hidup semua organisme (makhluk hidup) serta seluruh proses fungsional yang menyebabkan tempat hidup itu cocok untuk didiami. Secara harfiah ekologi adalah ilmu yang mempelajari “organisme di tempat hidupnya” dengan mengutamakan “pola hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya” (Kusmana, 2007).
Ekosistem atau sistem ekologi adalah suatu yang mencakup organisme (komunitas) di dalam suatu daerah yang saling mempengaruhi dengan lingkungan fisiknya sehingga arus energi mengarah ke struktur makanan, keanekaragaman biotik dan daur-daur bahan yang jelas (pertukaran bahan-bahan antar bagian-bagian yang hidup dan yang tidak hidup) di dalam sistem (Odum, 1996).
Berdasarkan habitatnya, ekosistem dibedakan menjadi ekosistem teresterial (ekosistem darat) dan ekosistem akuatik (ekosistem air). Dalam ilmu ekologi, dikenal beberapa ekosistem teresterial seperti padang rumput, semak belukar, hutan, gurun pasir dan sebagainya. Sedangkan jenis ekosistem akuatik seperti kolam, sungai, danau, estuaria, laut dan sebagainya  (Anonim, 2011).
  Berdasarkan penjelasan di atas maka dipandang perlu melakukan praktek lapang ini untuk mengetahui mengenal jenis-jenis ekosistem darat (teresterial) dan ekosistem perairan (akuatik) serta komponen-komponen penyusun dan kedudukannya di dalam ekosistem tersebut..
B.     Tujuan Dan Manfaat
Tujuan dari paraktikum lapang ekologi perairan  ini yaitu untuk mengethui berbagai jenis organisme intertidal.
Manfaat dari praktikum lapang ekologi perairan ini adalah agar dapat mengetahui  struktur kominitas berbagai organisme intetidal.














II.       TINJAUAN PUSTAKA
A.       Ekosistem Pesisir
 Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada. Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup.
 Lingkungan laut sangat luas cakupannya dan sangat majemuk sifatnya. Karena luasnya dan majemuknya lingkungan tersebut, tiada satu kelompok biota laut pun yang mampu hidup di semua bagian lingkungan laut tersebut dan segala kondisi lingkungan yang majemuk. Mereka dikelompok – kelompokkan oleh pengaruh sifat – sifat lingkungan yang berbeda – beda ke dalam lingkungan – lingkungan yang berbeda pula. Para ahli oseanologi membagi – bagi lingkungan laut menjadi zona – zona atau mintakat – mintakat menurut criteria – criteria yang berbeda – beda. (Romimohtarto, 2001).
B.     Organisme Intertidal
1.    Klasifikasi Bintang Laut (Protoreaster nodosus)
Bintang laut (Protoreaster nodosus) mempunyai bentuk seperti bintang pentameros, dimana kebanyakan spesies mempunyai lima buah tangan. Bintang laut (Protoreaster nodosus) mempunyai mulut yang letaknya di permukaan bawah atau disebut permukaan oral dan mempunyai  anus yang letaknya di permukaan atas (permukaan aboral). Dari mulut sampai ujung tangan terdapat lekukan memanjang. Pada tiap lekukan terdapat 2-4 deret kaki tabung dan pada tepi lekukan terdapat duri-duri yang dapat digerakan untuk melindungi kaki tabung (Suwignyo, 2000).
       Klasifikasi Bintang Laut (Protoreaster nodosus) menurut Brotowidjoyo (2000), adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
            Filum      : Echinodermata
                        Kelas      : Asteroidea
                                    Ordo      : Valvatida
                                                Famili    : Presteridae
                                                             Genus    : Protoreaster
                                                                         Spesies   : Protoreaster nodosus
(Sumber: Dok. Pribadi, 2011)
                     Gambar 1. Morfologi Bintang Laut (Protoreaster nodosus)
2.    Kalsifikasi Lamun
Lamun Enhalus acoroides tersebar luas di bagian tropis Samudra Hindia dan Pasifik Barat dan sangat umum di Kepulauan Indo-Melayu dan di Filipina dan banyak ditemukan di daerah pasang surut dangkal dengan substrat berpasir dan berlumpur, tetapi dapat memperpanjang ke kedalaman 4 m (Arami, 2010).
Menurut Anonim (2010) klasifikasi Enhalus acoroides sebagai berikut :
Kingdom  :  Plantae
            Divisi : Anthophyta
                            Kelas : Angiospermae
                                  Family : Potamogetonaceae
                              Sub family  : Zosteroideae
                                          Genus   : Enhalus
                                                  Species  : Enhalus acoroides
                 
(Sumber : Dokumen Pribadi, 2011)
Gambar 2. Morfologi Enhalus acoroides







3.    Kalsifikasi Kepiting Bakau
Menurut Champel dan Stephenson (1959), dalam Eka Wahyuni Pratiwi (2001) Kepiting Bakau termasuk kedalam :
Phylum     : Arthropoda
         Class       : Crustacea
                          Ordo     : Decapoda
                                      Famili : Portunidae
                                                    Genus : Scylla
                                                                      Spesies : Scylla serrata

Gambar 3. Morfologi Kepiting Bakau (Scylla serrata)
        Tubuh Udang Putih terdiri dari kepala (chepal), dada (thorax), dan perut (abdomen). Pada udang putih, bagian kepala dan dada pada tubuhnya bersambung, sehingga disebut chepalothorax.  Pada pengamatan Penaeus monodon dan P. merguensis  yang termasuk dalam kelas Crustacea tampak morfologinya sama terdiri dari chepalotoraks, perut (abdomen), mata majemuk, antenulla, karapaks, telson, uropod, kaki jalan dan kaki renang. Portunus pelagicus baik secara dorsal maupun ventral, tampak morfologinya hampir sama yaitu pada bagian dorsal terdiri dari dactilius, propondus, basis, ischium, merus, tarsus, movable finger, mata, gigi, kaki renang, karapaks dan kaki jalan.
III.   METODE PRAKTEKUM
A.    Waktu dan Tempat
Praktikum lapang ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal  27 September 2012 pukul 09.00 - 12.00 WITA bertempat di perairan  Bunggku Toko Kendari.
B.     Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum  lapang Ekologi Perairan dapat dilihat pada  Tabel 1 adalah sebagai berikut :
No.     Alat dan Bahan                                  Kegunaan
a.  Alat
     -  Meteran sepanjang 50 meter                    Alat pengukuran zonasi                       
     -  Tali rafia                                                   Membuat transek/plot           
     -  Gunting/pisau                                           Memotong rantai                  
     -  Kantong plastik                                        Menyimpan organisme uji                     
     -  Alat tulis dan label                                    Mencatat hasil pengamatan                                  
     -  Buku identifikasi Mangrove                     Memudahkan pengamatan                                          
     -  Patok                                                         Penanda petakan   
     -  Handrefractometer                                   Mengukur salinitas perairan
b.  Bahan
     -  Alkohol                                                     Mengawetkan organisme
                              
C.    Prosedur Kerja
Adapun  prosedur kerja dalam praktek lapang ini yaitu sebagai berikut:
1.      Membuat transek yang memotong topografi dari arah laut kearah darat (tegak lurus sepanjang garis pantai) di daerah intertidal sepanjang 50 m.
2.      Meletakkan patok 2 patok pada ukuran 50 M
3.      Membuat transek yang berukuran 1 m x 1 m sebanyak 16 plot yang berukuran 25 cm  untuk pengamatan organisme.
4.      Mengambil organisme  secara acak  pada 4 plot
5.      Mengidentifikasi organisne yang ada dalam masing-masing plot kemudian mencatat setiap jenis organisme.
D.    Analisis Data
Parameter yang diamati pada praktek lapang ini adalah kerapatan jenis dan kerapatan relatif jenis, frekuensi jenis dan frekuensi relatif, dominansi dan dominasi relatif, indek keanekaragaman, dan indeks keseragaman.
1.  Kelimpahan Jenis
                                                       K
                                          D  = ----------  x 10.000
                                                 Î 
      Dimana:       K = Kelimpahan individu jenis i (individu/m2)
                          Y = Jumlah individu yang ditemukan
                          X = Luas dasar petakan yang digunakan dalam mengambil contoh
                  10.000 = Konversi dari cm2 ke m2

2.  Kelimpahan Relatif
                                                ni
                                          R  = ----------  x 100%
                                                N
     Dimana:       R = Kelimpahan relatif jenis i (individu/m2)
                          ni = Jumlah individu yang ditemukan
                          N = Jumlah individu semua jenis
                  10.000 = Konversi dari cm2 ke m2


3. Indeks Keanekaragaman
                                                ni         ni
                                          H = ∑-----  log -----
                                                N            N
    Dimana: H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon
                    ni = Jumlah individu setiap jenis
                    N = Jumlah individu semua jenis
4.  Indeks Keseragaman
                                               H’
                                          E  = ----------      ;  Hmax = log 2 S
                                             Hmax
Dimana:    E  = Indeks Keseragaman
                 H’ = Indeks Keanekaragam
                 N = Jumlah individu semua jenis
             Hmax= Keanekaragaman jenis pada kondisi kemerataan yang maksimum
                  S = Jumlah spesies
5 .  Indeks Dominansi
      C  = ∑ (ni / N)2
Dimana:    C = Indeks Dominansi
                 ni = Jumlah individu setiap jenis
                 N = Jumlah individu semua jenis


6.        Indeks Kesamaan (Similarity Index)

                                              2C
                                          E  = -----------     
                                           A + B 
  
Dimana:    A = Jumlah spesies dalam sampel A
                 B = Jumlah spesies dalam sampel B
                 C = Jumlah spesies yang sama pada kedua sampel
Catatan : Indeks Ketidaksamaan = 1 - S
7.      Indeks Distribusi

                                                 ∑ X2 - N
                                          Id  = n  --------------     
                                                    N (N-1)

Dimana :   Id = Indeks penyebaran
                        n = Jumlah transek
                        N = Jumlah total individu
                        X = Kuadrat jumlah individu
Kriteria pola penyebaran adalah sebagai berikut:
Id < 1 Distribusi acak
Id = 1 Distribusi seragam
Id > 1 Distribusi mengelompok





IV.      HASIL DAN PEMBAHASAN
A.   Gambaran Umum Lokasi









Gambar 4. Gambaran Umum Lokasi Bungkutoko
Area studi pada praktikum ini adalah di perairan bungkutoko yang telah mengalami pendangkalan yang disebabkan oleh vegetasi dan sedimen yang ada disekitar sungai. Bungkutoko memiliki luasan daerah 2,45 km2.  Batas-batas lokasi pengambilan sampel adalah sebagai berikut :
-          Arah Utara berbatasan dengan kecamatan kendari.
-          Arah Barat berbatasan dengan kecamatan poasia.
-          Arah Timur berbatasan dengan kecamatan moramo.
-          Arah Selatan berbatasan dengan kecamatan konda.



B.     Hasil Pengamatan
 Adapun hasil pengamatan transek organisme intertidal dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Organisme intertidal yang ditemukan.
No
Jarak (Cm)
Jenis Organisme
Jumlah
Keterangan
1.
50


45



40


35

30


25

20

15

10
5
Lamun
Keong
Bintang laut
Lamun
Kelomang
Bintang laut
Keong
Lamun
Kelomang
Keong
Lamun
Keong
Lamun
Kelomang
Keong
Lamun
Keong
Lamun
Keong
Kepiting
Kelomang
Keong
-
-
6
1
-
3
1
1
-
1
1
-
7
-
2
6
-
3
-
8
1
5
5
-
Pasir


Pasir



Pasir


Pasir

Pasir


Lumur berpasir

Lumur berpasir

Lumpur

Lumpur
Lumpur







C.     Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada perairan pantai Bungku Toko diperoleh adalah jenis oraganisme intertidal yaitu burungo, bintang laut, lamun, dan kalandue. Jenis ini didapatkan pada substrak berpasir dengan memiliki topografi yang miring. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nontji (1987), bahwa organisme intertidal biasanya tumbuh di pantai terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut yang kuat, karena hal ini tak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur dan sebagai substrat yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya.
 Epifauna adalah hewan yang hidup di atas permukaan substrat sedimen atau tanah. Khusus pada zona intertidal, hewan-hewan yang hidup di atas permukaan pasir (epifauna) lebih sedikit di jumpai di bandingkan dengan daerah subtidal. Umumnya kelompok epifauna tergolong grazer yaitu pemakan permukaan substrat.
Infauna adalah hewan yang hidup di dalam sedimen atau di bawah substrat. Organisme penghuni intertidal merupakan organisme air yang selalu berlindung dengan baik dari kekeringan di pantai yang berpasir lebih halus dari pada yang berpasir kasar atau kerikil. Faktor - faktor yang mempengaruhi kehidupan organisme dan keanekaragaman  opulasi.  Pada organisme intertidal menurut Nybakken, (1988) yaitu pasang Surut, suhu, gerakan , salinitas.                                
 Pada praktikum pengenalan ekosistim, hewan yang ditemukan tergolong hewan epifauna yaitu hidup pada permukaan substrat sedimen atau tanah yang terdiri dari kelomang, bintang laut, keong dan kepiting. Pada kejauhan 50-35 meter merupakan sustrat berpasir , 35-25 meter merupakan sustrat lumpur berpasir dan 25-5  meter merupakan sustrat lumpur sehingga pada kejauhan ini sedikit ditemukan organisme, hanya organism yang tertentu yang dapat hidup di daerah tersebut.                   
 Pada pengamatan organisme dilakukan pada waktu air pasang sehingga sulit untuk melihat organisme yang ada di permukaan dan juga perairan yang keruh. Pada kelimpahan relative yang mendominasi adalah organisme keong yang hidup di dalam substrat, dapat menggali lubang menurut Maulana (2010), dalam beradaptasi ada 2 cara yang dilakukan: menggali subtrat sampai kedalaman tertentu yang tidak dipengaruhi gelombang. Adaptasi hewan Gastropoda diperlukan untuk tetap dapat hidup di lingkungan di mana setiap saat keadaan atau kondisi lingkungan tersebut dapat berubah-ubah. Adaptasi hewan-hewan tersebut mencakup daya tahan Gastropoda terhadap kehilangan air, pemeliharaan keseimbangan panas tubuh dan adaptasi terhadap tekanan mekanik. Untuk menghindari kehilangan air, kebanyakan Gastropoda biasanya operkulumnya akan menutup rapat celah cangkang. Ketika pasang-turun mereka masuk ke dalam cangkang, lalu menutup celah menggunakan operkulum sehingga kehilangan air dapat dikurangi.
 Pada organisme kepiting hanya di temukan satu kepiting hal ini disebabkan perairan bungkuto tidak mendungkung organisme kepiting untuk hidup dikarenakan perairan tersebut  keruh dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yaitu daur hidup kepiting dan sifat biologis. Pada bintang laut hanya spesies tertentu yang dapat bertahan hidup karena pada umumnya semua organisme hidup pada habitat yang berbeda-beda. Organisme yang hidup pada perairan bungkutoko, memilki keragaman yang sekidit. Salah satu ciri perairan yang tercemar yaitu mempunyai jenis organisme sedikit dan jumlah organisme tertentu yang mendominasi.
 Pada hasil pengamatan yang telah dilakukan diperoleh bahwa perairan pada pulau bungkutoko khususnya pada daerah intertidal sebagian besar organisme yang terdapat didalamnya adalah jenis bivalvia,annelida dan echinodermata (Bintang laut), hal ini sesuai dengan pernyataan Wirahman (2009), bahwa pada kawasan intertidal banyak didominasi oleh hewan-hewan yang bergerak cepat untuk mencari makan seperti jenis kepiting dan atau mengubur diri ke dalam pasir seperti beberapa jenis kerang-kerangan (bivalve) dan cacing pantai (Annelida). Khusus pada zona intertidal, hewan-hewan yang membenamkan diri pada pasir (infauna) lebih banyak dijumpai dibandingkan dengan daerah subtidal yang didomonasi oleh hewan-hewan kecil yang hidup di atas permukaan pasir (epifauna).









V.       PENUTUP
A.   Kesimpulan
     Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, maka dapat disimpulkan:
-          Jenis organisme yang yang berada di sekitar perairan pantai di Desa Bungkutoko yaitu sangat beragan, khususnya pada daerah-daerah intertidal.
-          Tipe substrat di Perairan Pantai Desa Bungkutoko meliputi lumpur berpasir, lumpur, pasir berlumpur, dan pasir.
-          Organisme intertidal yang di dapat di daerah pantai bungkutoko adalah jenis keong, kelomang, kepiting, bintang laut dan tumbuhan lamun.

B.   Saran
  Saran saya yaitu pada praktikum kali ini dengan melihat keadaan organisme di daerah intertidal maka seharusnya setelah praktikum agar diberitahu masyarakat setempat untuk menjaga kelestarian oraganisme yang ada pada daerah intertidal tersebut.






DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2010. Hutan Mangrove. Diakses dari http://geostudentdee. blogspot.com. Senin, 20 Desember 2010.
Anonim, 2010. http://perikananunila.wordpress.com/2009/07/31/ekosistem-mangrove/. Diakses tanggal 05 November 2012.
Dahuri, R. 1996. Penerapan Konsep Pembangunan Berkelanjutan Dalam               Pengelolaan Sumbertdaya Alam Wilayah Pesisir dan Lautan. Bogor.
Kusmana.  2007. Mengenal Ekosistem Mangrove. Diakses dari http://www.baligreen.org. Senin, 04 November 2012
Maulana, F. 2010. Marine Ecology. Universitas Padjajaran. Semarang.
Nybakken, J.W.  1992.  Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologis.  Terjemahan P.T. Gramedia Jakarta.
Odum P.E., 1996.  Dasar-Dasar Ekologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Wirahman. 2009. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta