I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kata ekologi
pertama kali diperkenalkan oleh Erneast Haeckel, ahli biologi Jerman pada tahun 1986. Kata
“ekologi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu Oikos
yang beratti “rumah” atau “rumah tangga” atau “tempat tinggal” dan logos yang berarti “ilmu” atau “studi”.
Jadi ekologi adalah ilmu yang mempelajari tentang rumah atau tempat tinggal
makhluk hidup (Odum, E.P. 1996), atau ekologi adalah ilmu yang mempelajari rumah tangga lingkungan,
tempat hidup semua organisme (makhluk hidup) serta seluruh proses fungsional
yang menyebabkan tempat hidup
itu cocok untuk didiami. Secara harfiah ekologi adalah ilmu
yang mempelajari “organisme di tempat hidupnya” dengan mengutamakan “pola
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya” (Kusmana,
2007).
Ekosistem atau sistem ekologi adalah suatu yang mencakup organisme
(komunitas) di dalam suatu daerah yang saling mempengaruhi dengan lingkungan
fisiknya sehingga arus energi mengarah ke struktur makanan, keanekaragaman
biotik dan daur-daur bahan yang jelas (pertukaran bahan-bahan antar
bagian-bagian yang hidup dan yang tidak hidup) di dalam sistem (Odum, 1996).
Berdasarkan habitatnya,
ekosistem dibedakan menjadi ekosistem teresterial (ekosistem darat) dan
ekosistem akuatik (ekosistem air). Dalam ilmu ekologi, dikenal beberapa
ekosistem teresterial seperti padang rumput, semak belukar, hutan, gurun pasir
dan sebagainya. Sedangkan jenis ekosistem akuatik seperti kolam, sungai, danau,
estuaria, laut dan sebagainya (Anonim,
2011).
Berdasarkan penjelasan di atas maka
dipandang perlu melakukan praktek lapang ini untuk mengetahui mengenal jenis-jenis ekosistem darat
(teresterial) dan ekosistem perairan (akuatik) serta komponen-komponen penyusun
dan kedudukannya di dalam ekosistem tersebut..
B.
Tujuan
Dan Manfaat
Tujuan dari paraktikum
lapang ekologi perairan ini yaitu untuk
mengethui berbagai jenis organisme intertidal.
Manfaat dari praktikum
lapang ekologi perairan ini adalah agar dapat mengetahui struktur kominitas berbagai organisme
intetidal.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Ekosistem Pesisir
Ekosistem merupakan
penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik
antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada
suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme
dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada. Dalam
ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan
fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik,
sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup.
Lingkungan laut sangat luas cakupannya dan
sangat majemuk sifatnya. Karena luasnya dan majemuknya lingkungan tersebut,
tiada satu kelompok biota laut pun yang mampu hidup di semua bagian lingkungan
laut tersebut dan segala kondisi lingkungan yang majemuk. Mereka dikelompok –
kelompokkan oleh pengaruh sifat – sifat lingkungan yang berbeda – beda ke dalam
lingkungan – lingkungan yang berbeda pula. Para ahli oseanologi membagi – bagi
lingkungan laut menjadi zona – zona atau mintakat – mintakat menurut criteria –
criteria yang berbeda – beda. (Romimohtarto, 2001).
B.
Organisme
Intertidal
1. Klasifikasi Bintang Laut (Protoreaster nodosus)
Bintang laut (Protoreaster nodosus) mempunyai bentuk
seperti bintang pentameros, dimana kebanyakan spesies mempunyai lima buah
tangan. Bintang
laut (Protoreaster nodosus) mempunyai mulut yang letaknya di permukaan bawah
atau disebut permukaan oral dan mempunyai
anus yang letaknya di permukaan atas (permukaan aboral). Dari mulut
sampai ujung tangan terdapat lekukan memanjang. Pada tiap lekukan terdapat 2-4
deret kaki tabung dan pada tepi lekukan terdapat duri-duri yang dapat digerakan
untuk melindungi kaki tabung (Suwignyo, 2000).
Klasifikasi
Bintang Laut (Protoreaster nodosus)
menurut Brotowidjoyo (2000), adalah sebagai berikut :
Kingdom :
Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Asteroidea
Ordo
: Valvatida
Famili : Presteridae
Genus
: Protoreaster
Spesies
: Protoreaster nodosus
(Sumber: Dok. Pribadi, 2011)
Gambar 1. Morfologi Bintang Laut (Protoreaster
nodosus)
2. Kalsifikasi Lamun
Lamun Enhalus acoroides tersebar luas di
bagian tropis Samudra Hindia dan Pasifik Barat dan sangat umum di Kepulauan
Indo-Melayu dan di Filipina dan banyak ditemukan di daerah pasang surut dangkal
dengan substrat berpasir dan berlumpur, tetapi dapat memperpanjang ke kedalaman
4 m (Arami, 2010).
Menurut Anonim (2010)
klasifikasi Enhalus acoroides sebagai
berikut :
Kingdom :
Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas :
Angiospermae
Family
: Potamogetonaceae
Sub
family : Zosteroideae
Genus
: Enhalus
Species
: Enhalus acoroides
(Sumber : Dokumen Pribadi, 2011)
Gambar 2. Morfologi Enhalus acoroides
3. Kalsifikasi Kepiting Bakau
Menurut Champel dan Stephenson (1959), dalam
Eka Wahyuni Pratiwi (2001) Kepiting Bakau termasuk kedalam :
Phylum : Arthropoda
Class
: Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Portunidae
Genus : Scylla
Spesies : Scylla serrata
Gambar 3. Morfologi
Kepiting Bakau (Scylla serrata)
Tubuh
Udang Putih terdiri dari kepala (chepal), dada (thorax), dan perut (abdomen).
Pada udang putih, bagian kepala dan dada pada tubuhnya bersambung, sehingga
disebut chepalothorax. Pada
pengamatan Penaeus monodon dan P. merguensis yang termasuk dalam kelas Crustacea
tampak morfologinya sama terdiri dari chepalotoraks, perut (abdomen), mata
majemuk, antenulla, karapaks, telson, uropod, kaki jalan dan kaki renang. Portunus pelagicus baik secara dorsal
maupun ventral, tampak morfologinya hampir sama yaitu pada bagian dorsal
terdiri dari dactilius, propondus, basis, ischium, merus, tarsus, movable
finger, mata, gigi, kaki renang, karapaks dan kaki jalan.
III.
METODE
PRAKTEKUM
A.
Waktu
dan Tempat
Praktikum lapang ini
dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 27 September
2012 pukul 09.00 - 12.00 WITA bertempat di perairan Bunggku Toko Kendari.
B.
Alat
dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum lapang Ekologi Perairan dapat dilihat pada Tabel 1
adalah sebagai berikut :
No. Alat dan Bahan
Kegunaan
a. Alat
- Meteran
sepanjang 50 meter Alat
pengukuran zonasi
-
Tali rafia Membuat
transek/plot
- Gunting/pisau
Memotong rantai
- Kantong
plastik
Menyimpan organisme uji
- Alat
tulis dan label
Mencatat hasil pengamatan
- Buku identifikasi Mangrove
Memudahkan pengamatan
- Patok
Penanda petakan
- Handrefractometer Mengukur
salinitas perairan
b. Bahan
-
Alkohol Mengawetkan organisme
C.
Prosedur
Kerja
Adapun prosedur kerja dalam praktek lapang ini yaitu
sebagai berikut:
1. Membuat
transek yang memotong topografi dari arah laut kearah darat (tegak lurus
sepanjang garis pantai) di daerah intertidal sepanjang 50 m.
2. Meletakkan
patok 2 patok pada ukuran 50 M
3. Membuat
transek yang berukuran 1 m x 1 m sebanyak 16 plot yang berukuran 25 cm untuk pengamatan organisme.
4. Mengambil
organisme secara acak pada 4 plot
5. Mengidentifikasi
organisne yang ada dalam masing-masing plot kemudian mencatat setiap jenis
organisme.
D.
Analisis
Data
Parameter
yang diamati pada praktek lapang ini adalah kerapatan jenis dan kerapatan
relatif jenis, frekuensi jenis dan frekuensi relatif, dominansi dan dominasi
relatif, indek keanekaragaman, dan indeks keseragaman.
1.
Kelimpahan Jenis
K
D = ----------
x 10.000
Î
Dimana: K = Kelimpahan individu jenis i
(individu/m2)
Y = Jumlah individu yang
ditemukan
X = Luas dasar petakan yang
digunakan dalam mengambil contoh
10.000 = Konversi dari cm2
ke m2
2. Kelimpahan
Relatif
ni
R
= ---------- x 100%
N
Dimana: R = Kelimpahan relatif jenis i
(individu/m2)
ni = Jumlah individu yang
ditemukan
N = Jumlah individu semua jenis
10.000 = Konversi dari cm2 ke m2
3. Indeks Keanekaragaman
ni ni
H‘ = ∑----- log -----
N
N
Dimana: H’ =
Indeks Keanekaragaman Shannon
ni = Jumlah individu setiap jenis
N = Jumlah individu semua jenis
4. Indeks Keseragaman
H’
E = ---------- ;
Hmax = log 2 S
Hmax
Dimana: E =
Indeks Keseragaman
H’ = Indeks Keanekaragam
N = Jumlah individu semua jenis
Hmax= Keanekaragaman
jenis pada kondisi kemerataan yang maksimum
S = Jumlah spesies
5 . Indeks Dominansi
C = ∑ (ni / N)2
Dimana: C =
Indeks Dominansi
ni
= Jumlah individu setiap jenis
N
= Jumlah individu semua jenis
6. Indeks Kesamaan (Similarity Index)
2C
E = -----------
A + B
Dimana:
A = Jumlah spesies dalam sampel A
B = Jumlah spesies dalam sampel B
C = Jumlah spesies yang sama pada kedua sampel
Catatan : Indeks Ketidaksamaan = 1 - S
7. Indeks
Distribusi
∑ X2 - N
Id = n
--------------
N
(N-1)
Dimana : Id = Indeks penyebaran
n = Jumlah transek
N = Jumlah total
individu
X = Kuadrat jumlah individu
Kriteria
pola penyebaran adalah sebagai berikut:
Id <
1 Distribusi acak
Id = 1
Distribusi seragam
Id
> 1 Distribusi mengelompok
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi
Gambar 4. Gambaran Umum Lokasi
Bungkutoko
Area studi pada
praktikum ini adalah di perairan bungkutoko yang telah mengalami pendangkalan
yang disebabkan oleh vegetasi dan sedimen yang ada disekitar sungai. Bungkutoko
memiliki luasan daerah 2,45 km2.
Batas-batas lokasi pengambilan sampel adalah sebagai berikut :
-
Arah Utara berbatasan dengan kecamatan
kendari.
-
Arah Barat berbatasan dengan kecamatan
poasia.
-
Arah Timur berbatasan dengan kecamatan
moramo.
-
Arah Selatan berbatasan dengan kecamatan
konda.
B.
Hasil
Pengamatan
Adapun hasil pengamatan transek organisme
intertidal dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Tabel
2. Organisme intertidal yang ditemukan.
No
|
Jarak
(Cm)
|
Jenis
Organisme
|
Jumlah
|
Keterangan
|
1.
|
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
|
Lamun
Keong
Bintang laut
Lamun
Kelomang
Bintang laut
Keong
Lamun
Kelomang
Keong
Lamun
Keong
Lamun
Kelomang
Keong
Lamun
Keong
Lamun
Keong
Kepiting
Kelomang
Keong
-
|
-
6
1
-
3
1
1
-
1
1
-
7
-
2
6
-
3
-
8
1
5
5
-
|
Pasir
Pasir
Pasir
Pasir
Pasir
Lumur berpasir
Lumur berpasir
Lumpur
Lumpur
Lumpur
|
C.
Pembahasan
Berdasarkan hasil
pengamatan yang telah dilakukan pada perairan pantai Bungku
Toko diperoleh adalah jenis oraganisme
intertidal yaitu burungo, bintang laut, lamun, dan kalandue. Jenis ini
didapatkan pada substrak berpasir dengan memiliki topografi yang miring. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nontji (1987), bahwa organisme
intertidal biasanya tumbuh di
pantai terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut yang kuat, karena hal
ini tak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur dan sebagai substrat yang
dibutuhkan untuk pertumbuhannya.
Epifauna adalah hewan yang hidup di atas permukaan substrat
sedimen atau tanah. Khusus pada zona intertidal, hewan-hewan yang hidup di atas
permukaan pasir (epifauna) lebih sedikit di jumpai di bandingkan dengan daerah
subtidal. Umumnya kelompok epifauna tergolong grazer yaitu pemakan permukaan
substrat.
Infauna adalah hewan yang hidup di
dalam sedimen atau di bawah substrat. Organisme penghuni intertidal merupakan
organisme air yang selalu berlindung dengan baik dari kekeringan di pantai yang
berpasir lebih halus dari pada yang berpasir kasar atau kerikil.
Faktor - faktor yang mempengaruhi kehidupan organisme dan
keanekaragaman opulasi. Pada organisme intertidal menurut Nybakken,
(1988) yaitu pasang Surut, suhu, gerakan , salinitas.
Pada praktikum pengenalan ekosistim, hewan
yang ditemukan tergolong hewan epifauna yaitu hidup pada permukaan substrat
sedimen atau tanah yang terdiri dari kelomang, bintang laut, keong dan
kepiting. Pada kejauhan 50-35 meter merupakan sustrat berpasir , 35-25 meter
merupakan sustrat lumpur berpasir dan 25-5
meter merupakan sustrat lumpur sehingga pada kejauhan ini sedikit
ditemukan organisme, hanya organism yang tertentu yang dapat hidup di daerah
tersebut.
Pada pengamatan organisme dilakukan pada waktu
air pasang sehingga sulit untuk melihat organisme yang ada di permukaan dan
juga perairan yang keruh. Pada kelimpahan relative yang mendominasi adalah
organisme keong yang hidup di dalam substrat, dapat menggali lubang menurut Maulana
(2010), dalam beradaptasi
ada 2 cara yang dilakukan: menggali subtrat sampai kedalaman tertentu yang
tidak dipengaruhi gelombang. Adaptasi hewan Gastropoda
diperlukan untuk tetap dapat hidup di lingkungan di mana setiap saat keadaan
atau kondisi lingkungan tersebut dapat berubah-ubah. Adaptasi hewan-hewan
tersebut mencakup daya tahan Gastropoda terhadap kehilangan air, pemeliharaan
keseimbangan panas tubuh dan adaptasi terhadap tekanan mekanik. Untuk
menghindari kehilangan air, kebanyakan Gastropoda biasanya operkulumnya akan
menutup rapat celah cangkang. Ketika pasang-turun mereka masuk ke dalam
cangkang, lalu menutup celah menggunakan operkulum sehingga kehilangan air
dapat dikurangi.
Pada organisme kepiting hanya di temukan satu
kepiting hal ini disebabkan perairan bungkuto tidak mendungkung organisme
kepiting untuk hidup dikarenakan perairan tersebut keruh dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
yaitu daur hidup kepiting dan sifat biologis. Pada bintang laut hanya spesies
tertentu yang dapat bertahan hidup karena pada umumnya semua organisme hidup
pada habitat yang berbeda-beda. Organisme yang hidup pada perairan bungkutoko, memilki
keragaman yang sekidit. Salah satu ciri perairan yang tercemar yaitu mempunyai
jenis organisme sedikit dan jumlah organisme tertentu yang mendominasi.
Pada
hasil pengamatan yang telah dilakukan diperoleh bahwa perairan pada pulau
bungkutoko khususnya pada daerah intertidal sebagian besar organisme yang
terdapat didalamnya adalah jenis bivalvia,annelida dan echinodermata (Bintang
laut), hal ini sesuai dengan pernyataan Wirahman
(2009), bahwa pada kawasan intertidal banyak didominasi oleh hewan-hewan yang
bergerak cepat untuk mencari makan seperti jenis kepiting dan atau mengubur
diri ke dalam pasir seperti beberapa jenis kerang-kerangan (bivalve) dan cacing
pantai (Annelida). Khusus pada zona intertidal, hewan-hewan yang membenamkan
diri pada pasir (infauna) lebih banyak dijumpai dibandingkan dengan daerah
subtidal yang didomonasi oleh hewan-hewan kecil yang hidup di atas permukaan pasir
(epifauna).
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang
diperoleh, maka dapat disimpulkan:
-
Jenis
organisme yang yang berada di
sekitar perairan pantai di Desa Bungkutoko yaitu sangat beragan, khususnya pada
daerah-daerah intertidal.
-
Tipe
substrat di Perairan Pantai Desa Bungkutoko meliputi lumpur berpasir, lumpur,
pasir berlumpur, dan pasir.
-
Organisme intertidal yang di dapat di
daerah pantai bungkutoko adalah jenis keong, kelomang, kepiting, bintang laut
dan tumbuhan lamun.
B. Saran
Saran saya yaitu pada praktikum kali ini dengan
melihat keadaan organisme di daerah intertidal maka seharusnya setelah
praktikum agar diberitahu masyarakat setempat untuk menjaga kelestarian
oraganisme yang ada pada daerah intertidal tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah. 2010.
Hutan Mangrove. Diakses dari http://geostudentdee.
blogspot.com. Senin, 20 Desember 2010.
Anonim, 2010. http://perikananunila.wordpress.com/2009/07/31/ekosistem-mangrove/. Diakses tanggal 05 November
2012.
Dahuri, R. 1996. Penerapan
Konsep Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pengelolaan
Sumbertdaya Alam Wilayah Pesisir dan Lautan. Bogor.
Kusmana. 2007. Mengenal Ekosistem Mangrove. Diakses
dari http://www.baligreen.org. Senin, 04
November 2012
Maulana,
F. 2010. Marine Ecology. Universitas Padjajaran. Semarang.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan P.T. Gramedia Jakarta.
Odum P.E., 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Wirahman. 2009. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta