JENIS DAN DISTRIBUSI EKTOPARASIT
BERDASARKAN
UKURAN
KARAPAKS PADA
KEPITING
RAJUNGAN
(Portunus pelagicus)
Types
and Distribution of Ectoparasites Based on Carapace Size
of Swimming Crab (Portunus pelagicus)
SKRIPSI
OLEH :
LA ODE TANDA
I1A2 10 127

PROGRAM STUDI
BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN
DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
201
5

JENIS DAN DISTRIBUSI EKTOPARASIT BERDASARKAN
UKURAN
KARAPAKS PADA KEPITING
RAJUNGAN
(Portunus pelagicus)
Types
and Distribution of Ectoparasites Based on Carapace Size
of
Swimming Crab (Portunus pelagicus)
SKRIPSI
OLEH
:
LA ODE TANDA
I1A2 10 127
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Perikanan pada Program
Studi Budidaya Perairan
PROGRAM STUDI
BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN
DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
![]() |
|
Nama : La Ode Tanda
Stambuk : I1A2 10 127
Program
Studi : Budidaya Perairan
Jurusan : Perikanan
Fakultas :
Perikanan dan Ilmu Kelautan
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Ir. Wellem H. Muskita, M.Si Kadir Sabilu, S.Pi., M.Si
NIP. 19620528
198803 1 001 NIP. 19780828 200604 1 002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ketua Jurusan Perikanan
Ilmu Kelautan
Prof. Ir. H. La Sara, MS., Ph.D
Dr. Ir. Wellem H. Muskita, M.Si
NIP.
19600422 198703 1 003 NIP. 19620528
198803 1 001
Tanggal Disetujui: 31
Maret 2015
![]() |
PERNYATAAN
DENGAN
INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI
DENGAN JUDUL INI ADALAH KARYA SAYA DENGAN ARAHAN DARI PEMBIMBING DAN BELUM
DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER INFORMASI
YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN
DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR
PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI. APABILA DIKEMUDIAN HARI TERBUKTI ATAU DAPAT
DIBUKTIKAN BAHWA SKRIPSI INI HASIL JIPLAKAN, MAKA SAYA BERSEDIA MENERIMA SANGSI
SESUAI PERATURAN YANG BERLAKU.
KENDARI, 31 MARET
2015
LAODE TANDA
I1A2
10 127
![]() |
RIWAYAT
HIDUP

![]() |
KATA
PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT karena atas limpahan Rahmat
dan Karunia-Nya jualah
sehingga penulis dapat menyelesikan penulisan dan penyusunan skripsi
sebagaimana yang diharapkan.
Rajungan
merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan Sulawesi Tenggara, meskipun
saat ini masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam namun upaya budidaya
sudah mulai dikembangkan sehingga penelitian ini diperlukan sebagai langkah
awal untuk mendukung pengembangan budidaya rajungan di Sulawesi Tenggara.
Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi ini
maupun teknik penulisan. Oleh karenanya, kritik dan saran membangun dari
pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaannya. Akhir kata penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin
Kendari, 31
Maret 2015
Penulis
![]() |
UCAPAN
TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Seiring dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih
dan penghormatan kepada Ayahanda tercinta La Mera dan Ibunda tercinta Wa Ode
Tete yang telah memotivasi, mendoa’kan dengan ikhlas kepada penulis dalam
menyelesaikan studinya. Kemudian penulis menyampaikan segala rasa hormat dan
terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Dr. Ir. Wellem, H. Muskita, M.Si sebagai
pembimbing I dan Bapak Kadir Sabilu, S.Pi., M.Si sebagai pembimbing II, atas
bimbingan, saran, kritik dan nasehat kepada penulis, mulai dari awal sampai
akhir penyusunan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan
terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1.
Rektor Universitas Halu
Oleo.
2.
Dekan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo.
3.
Wakil
Dekan I, Dekan II dan Dekan III Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo.
4.
Ketua Jurusan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo.
5.
Ketua Program Studi
Budidaya Perairan dan Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.
6.
Penasehat Akademik
Kadir Sabilu, S.Pi., M.Si, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
studi.
7.
Hj. Indriyani Nur,
S.Pi., M.Si., Ph.D,
Oce Astuti, S.Pi., M.Si dan H. Agus
Kurnia, S.Pi., M.Si., Ph.D selaku dosen penguji
proposal, hasil penelitian dan skripsi atas masukan
dan sarannya.
8.
Dosen-dosen pengajar
dan staf administrasi FPIK yang selama ini telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan berbagai administrasi di jurusan perikanan.
9.
Kepala Stasiun
Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Kendari
beserta Kepala Seksi Tata Pelayanan dan staf yang telah memberikan kesempatan
dan fasilitas kepada penulis dalam membantu pelaksanaan penelitian.
10. Bapak
Rusanda yang telah membantu penulis dalam proses pengambilan sampel penelitian.
11. Kakak saya Asmila, A.ma dan Adik saya Demianti yang
telah member dukungan dan motivasi dalam
proses penyusunan skripsi ini.
12. Teman saya Yani Febriani,
A.Md.Keb dan Wa Ode Ikrawati yang telah memberi
dukungan dan motivasi dalam proses penyusunan skripsi
ini.
13. Teman-teman
mahasiswa Program Studi BDP dan MSP angkatan 2010,teman-teman mahasiswa Bidik Misi angkatan
2010 dan teman-teman KKN Tematik Tahun 2014 khususnya yang
berlokasi di Pulau Maginti yang telah memberikan
dukungan dan semangat kepada penulis.
14. Semua
pihak dan teman-teman mahasiswa lainnya yang telah membantu yang tidak dapat
penulis sebutkan satu-persatu.
Akhir kata penulis sekali lagi mengucapkan
terima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan, semoga Allah SWT
membalas semua kebaikan dengan pahala yang setimpal. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat. Amin.
Kendari, 31
Maret
2015
Penulis
![]() |
Jenis dan
Distribusi Ektoparasit Berdasarkan Ukuran
Karapaks
pada Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus)
ABSTRAK
Penelitian ini
bertujuan mengetahui jenis dan
distribusi ektoparasit yang terdapat pada Kepiting rajungan (P. pelagicus) di Perairan Desa Lakara
Kecamatan Palangga Selatan, Kabupaten Konewe Selatan. Penelitian ini telah
dilakukan pada bulan Oktober hingga Desember 2014. Sampel rajungan diambil dari
hasil tangkapan bubu di Perairan Desa Lakara, Kecamatan Palangga Selatan,
Kabupaten Konawe Selatan. Pengambilan sampel dilakukan empat kali selama 3
bulan dengan selisih waktu 15 hari setiap pengambilan sampel. Jumah sampel
setiap pengamatan sebanyak 10% dari hasil tangkapan. Jenis ektoparasit yang
ditemukan terdiri dari Octolasmis
sp., Ascarophis sp., Brooklynella sp. dan Chelonibia patula yang tersebar pada
organ karapaks, kaki jalan, kaki renang dan insang. Distribusi ektoparasit
berdasarkan ukuran karapaks pada rajungan terbanyak
didapatkan pada ukuran karapaks 11 – 13,9 cm sebanyak
65 individu, dengan prevalensi sebesar 68,75% pada jenis Octolasmis sp. dan intensitas 18 individu/ekor pada ektoparasit
jenis Chelonibia patula. Distribusi
ektoparasit berdasarkan waktu pengamatan terbanyak ditemukan pada pengamatan IV sebanyak 54 individu, dengan prevalensi
sebesar 41,67 % pada jenis Octolasmis
sp. dan intensitas serangan 18 individu/ekor dari jenis Chelonibia patula. Parameter kualitas
air yang diamati yaitu suhu, salinitas dan pH, dimana suhu perairan lokasi
penelitian berkisar 28 -29 oC, salinitas 29-32 ppt dan pH perairan
berikisar 6 -7.
Kata Kunci
: P. pelagicus,
Ektoparasit, Distribusi, Prevalensi, Intensitas
![]() |
Types
and Distribution of Ectoparasites Based on Carapace Size
of
Swimming Crab (Portunus pelagicus)
ABSTRACT
This
study aimed to determine the types and distribution of ectoparasites in Swimming
crab (P. pelagicus) in Lakara Sea
District of South Palangga, South Konawe. This study was conducted from October
to December 2014. Samples were taken from the catched crabs in Lakara Sea,
District of South Palangga, South Konawe. Sampling was carried out four times
for 3 months with interval 15 days each sampling. Number of samples of each
observation as many as 10% of the catching. Typesectoparasites were to consist
of Octolasmis sp., Ascarophis sp., Brooklynella sp. and Chelonibia
patula infected to carapace, walking feet, swimming feet and gills. The
highest amount of ectoparasites based on
carapace width was found in 11 - 13.9 cm as many as 65 crabs, the highest of
prevalensi value was 68.75% of Octolasmis
sp. and the intensity value of ectoparasites was 18 individuals/crabs and
dominately infected by Chelonibia patula.
The highes amount of ectoparasites was found in December as many as 54 crabs,
with prevalence was 41.67% of
ectoparasites Octolasmis sp. and
intensity of infected 18 individuals/crabs with Chelonibia patula. Observed water quality parameters such as
temperature, salinity and pH, where the water temperature ranges from study
sites 28 -29 °C, salinity 29-32 ppt and pH of the water ranges from 6 -7.
Keywords
: P. pelagicus, Ectoparasites,
Distribution, Prevalence, Intensity
![]() |
|||
![]() |
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL.....................................................................................
HALAMAN
JUDUL........................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................
HALAMAN
PERNYATAAN
.........................................................................
RIWAYAT HIDUP..........................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................
UCAPAN TERIMA
KASIH............................................................................
ABSTRAK…………………............................................................................
ABSTRACT.....................................................................................................
DAFTAR ISI
...................................................................................................
DAFTAR
TABEL............................................................................................
DAFTAR GAMBAR
.......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
|
i
iii
v
vii
ix
xi
xiii
xvii
xix
xxi
xxiii
xxv
xxvii
|
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
.....................................................................................
B. Rumusan
Masalah
................................................................................
C. Tujuan dan
Manfaat..............................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi
dan Morfologi.....................................................................
B. Biologi
dan Siklus Hidup Kepiting Rajungan (P.
pelagicus)...............
C. Habitat
dan Penyebaran Rajungan (P. pelagicus)................................
D. Hubungan
Inang dan
Ektoparasit..........................................................
E. Ektoparasit
Pada
Crustaceae.................................................................
1. Octolasmis sp. .................................................................................
2. Ascarophis sp.
.................................................................................
3. Brooklynellasp................................................................................
4. Chelonibia patula.............................................................................
F. Alat
dan Tehnik Penangkapan Rajungan (P.
pelagicus)......................
III. METODE
PENELITIAN
A. Waktu
dan
Tempat................................................................................
B. Alat
dan
Bahan......................................................................................
C. Prosedur
Penelitian...............................................................................
1.
Pengambilan
Sampel........................................................................
2.
Pemeriksaan/Identifikasi
Ektoparasit...............................................
3.
Pewarnaan
Spesimen........................................................................
4.
Penghitungan Prevalensi dan Intensitas
Ektoparasit........................
5.
Perameter Kualitas
Air.....................................................................
D. Analisa
Data.........................................................................................
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan.................................................................................
1.
Jenis Ektoprasit Pada
Rajungan (P. pelagicus)................................
2.
Distribusi, Prevalensi
dan Intensitas Serangan Ektoparasit.............
3.
Kualitas
Air......................................................................................
B.
Pembahasan..........................................................................................
1.
Jenis Ektoparasit yang
Ditemukan Pada Rajungan (P. pelagicus).........................................................................................
2.
Distribusi, Prevalensi
dan Intensitas................................................
3.
Kualitas
Air......................................................................................
IV.
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan..........................................................................................
B. Saran....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
|
1
2
3
5
7
8
9
10
10
12
14
16
17
19
19
20
20
20
21
22
23
23
25
25
27
29
29
29
35
43
45
45
|
Tabel Halaman
1
Alat dan Bahan pada
Penelitian..................................................................
|
19
|
2
Jenis Ektoparasit yang Ditemukan pada Rajungan.....................................
|
25
|
3
Distribusi, Prevalensi
dan Intensitas Serangan Ektoparasit Berdasarkan Ukuran Karapaks pada Rajungan...............................................................
|
27
|
4
Distribusi, Prevalensi
dan Intensitas Serangan Ektoparasit Berdasarkan Waktu Pengamatan pada Rajungan............................................................
|
28
|
5
Hasil Pengukuran Kualitas
Air Selama Penelitian.....................................
|
29
|
![]() |
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1
Morfologi Kepiting Rajungan (P.
pelagicus)..........................................
2
Siklus Hidup Kepiting Rajungan (P.
pelagicus)....................................
3
Morfologi Octolasmis sp........................................................................
4
Siklus Hidup Octolasmis sp.
..................................................................
5
Morfologi Ascaraophis sp. .....................................................................
6
Morfologi
Brooklynella sp.
....................................................................
7
Morfologi
Chelonibia patula...................................................................
8
Bubu Besi................................................................................................
9
Octolasmis sp. (Pembesaran
100X).........................................................
10
Brooklynella sp. (Pembesaran
100X)......................................................
11
Ascarophis sp. (Pembesaran
100X).........................................................
12
Chelonibia patula....................................................................................
13
Distribusi
Ektoparasit Berdasarkan Ukuran Karapaks pada
Rajungan...
14
Distribusi
Ektoparasit Berdasarkan Waktu Pengamatan pada
Rajungan..................................................................................................
15
Prevalensi dan Intensitas Serangan
Ektoparasit Berdasarkan Ukuran Karapaks pada Rajungan.........................................................................
16
Prevalensi dan Intensitas Serangan
Ektoparasit Berdasarkan Waktu Pengamatan pada
Rajungan.....................................................................
|
5
7
11
12
13
1517
18
30
31
33
3435
37
39
41
|
![]() |
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1.
Data Pengamatan selama Pemeriksaan
Sampel....................................
|
51
|
2.
Data Kualitas Air selama Pengambilan
Sampel....................................
|
55
|
3.
Surat Keterangan Telah
Melakukan Penelitian.....................................
|
57
|
4.
Hasil Analisis Substrat
di Laboratorium...............................................
|
59
|
5.
Dokumentasi
Penelitian.........................................................................
|
61
|

A. Latar Belakang
Kepiting
rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu komoditas perikanan
penting sebagai penghasil devisa negara. Permintaan rajungan baik dari dalam maupun luar negeri mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari tahun 2002 – 2011,
volume ekspor rajungan mengalami peningkatan rata-rata 16,72 % per tahun, yaitu
dari 11.226 ton pada tahun 2002 meningkat menjadi 42.410 ton pada tahun
2011 (KKP, 2012).
Mustafa
dkk (2012), menyatakan bahwa Sulawesi
Tenggara adalah salah satu pemasok bahan baku industri pengalengan rajungan. Komoditi ini masih
mengandalkan hasil tangkapan dari alam dengan alat tangkap berupa bubu hanyut yang
terbuat dari besi dan pengoperasian dilakukan secara berderetan, dihubungkan
pada tiap-tiap bubu, yang diberikan pemberat utama dan pelampung tanda yang
berbendera (Amgyat, 1982 dalam Jafar,
2011).
Rajungan (P. pelagicus) merupakan
salah satu komoditas unggulan perikanan Sulawesi Tenggara. Untuk menjamin
kualitas produksi baik yang dipasarkan dalam negeri maupun yang diekspor harus
bebas dari bibit penyakit (vektor). Salah satu penyakit yang sering menyerang rajungan
adalah berasal dari parasit yang dapat menyebabkan pengurangan populasi serta
penurunan bobot tubuh organisme maupun penolakan konsumen akibat adanya
perubahan morfologi (Sinderman, 1990 dalam
Sasanti, 2000).
Parasit merupakan organisme yang hidupnya
tergantung pada organisme lain dan memiliki hubungan timbal balik dengan
organisme yang ditumpanginya. Organisme tempat parasit hidup dinamakan inang
yang berperan sebagai sumber nutrien, tempat hidup dan tinggal. Jenis
ektoparasit yang sering ditemukan pada rajungan
adalah Chelonibia patula, Octolasmis sp., Operculariella
sp., Acineta sp. dan Ascarophis sp. (Shields, 1992).
Menurut Sinderman (1990) dalam Sasanti (2000), efek
ekonomis yang diakibatkan oleh infeksi ektoparasit dalam kegiatan penangkapan
maupun budidaya yaitu dapat berupa pengurangan populasi, penurunan bobot dan
penolakan konsumen akibat adanya perubahan morfologi. Sedangkan kerugian secara
fisiologi yaitu terhambatnya pertumbuhan dan menurunya kualitas daging.
Berdasarkan hal-hal di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai jenis dan
distribusi ektoparasit pada rajungan di Perairan Desa Lakara, Kecamatan
Palangga Selatan, Kabupaten Konawe Selatan.
B. Rumusan Masalah
Sampai saat ini produksi rajungan yang dijual
di pasar domestik dan yang diekspor masih mengadalkan hasil tangkapan di alam.
Oleh karena itu, untuk mengurangi ketergantungan kepada suplay dari alam,
dewasa ini sudah mulai dikembangkan kegiatan pembesaran rajungan yang berasal
dari Balai Benih dan dari alam. Informasi mengenai parasit khususnya
ektoparasit yang menginfeksi rajungan belum banyak diketahui sehingga perlu
dilakukan penelitian mengenai jenis dan distribusi ektoparasit pada rajungan.
Perkembangan parasit pada rajungan dapat
mengakibatkan infeksi sekunder terhadap penyakit lainnya, terhambatnya petumbuhan
dan menurunnya kualitas daging. Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu
dilakukan penelitian tentang ektoparasit
yang menginfeksi rajungan sebagai langkah awal dalam penanggulangan penyakit.
C. Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
jenis dan distribusi ektoparasit yang terdapat pada rajungan di Perairan Desa
Lakara Kecamatan Palangga Selatan, Kabupaten Konawe Selatan.
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi tentang jenis dan distribusi ektoparasit pada rajungan sebagai
langkah awal dalam penangkulangan penyakit parasiter pada rajungan.
![]() |
|||
![]() |
|||


A.
Klasifikasi
dan Morfologi
Rajungan hidup pada kedalaman air laut sampai
40 m, pada daerah pasir, lumpur atau pantai berlumpur. Klasifikasi rajungan
Menurut Mirzads (2009) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Athropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Portunidae
Genus : Portunus

Gambar 1. Morfologi Rajungan
(P. pelagicus) (Sumber : Dokumen
Pribadi, 2014)
Menurut Nontji (1986), ciri morfologi rajungan
mempunyai karapaks berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik kiri
kanan dari karapas terdiri atas duri besar, jumlah duri-duri sisi belakang
matanya 9 buah. Rajungan dapat dibedakan dengan adanya beberapa tanda-tanda
khusus, diantaranya adalah pinggiran depan di belakang mata, rajungan mempunyai
5 pasang kaki, yang terdiri atas 1 pasang kaki (capit) berfungsi sebagai pemegang
dan memasukkan makanan kedalam mulutnya, 3 pasang kaki sebagai kaki jalan dan
sepasang kaki terakhir mengalami modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya
menjadi pipih dan membundar seperti dayung. Oleh sebab itu, rajungan dimasukan
kedalam golongan kepiting berenang (swimming
crab).
Ukuran rajungan yang terdapat di alam sangat
bervariasi tergantung wilayah dan musim. Perbedaan yang mencolok antara jantan
dan betina terlihat jelas, dimana pada rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh
lebih besar, capitnyapun lebih panjang daripada betina. Warna dasar pada jantan
adalah kebiru-biruan dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan pada betina
berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercak-bercak putih agak suram (Kordi,
1997 dalam M. Yusuf, 2007).
Berdasarkan lebar karapaksnya, tingkat
perkembangan rajungan dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu juwana dengan
lebar karapas 20-80 mm, menjelang dewasa dengan lebar 70-150 mm, dan dewasa
dengan lebar karapas 150-200 mm (Mossa, 1980 dalam Fatmawati, 2009). Secara umum morfologi rajungan berbeda
dengan kepiting bakau, di mana rajungan memiliki bentuk tubuh yang lebih
ramping dengan capit yang lebih panjang dan memiliki berbagai warna yang
menarik pada karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas relatif lebih
panjang dan lebih runcing.
B.
Biologi dan Siklus Hidup Kepiting Rajungan (P.
pelagicus)

Gambar 2. Siklus Hidup Rajungan (P. pelagicus) (Sumber : Kasry, 1991)
Saat fase larva
masih bersifat planktonik yang melayang-layang di lepas pantai dan kembali ke
daerah estuaria setelah mencapai rajungan muda. Saat masih larva, cenderung sebagai pemakan plankton.
Semakin besar ukuran tubuh, rajungan akan menjadi omnivora atau pemakan segala. Jenis pakan yang
disukai saat masih larva antara lain udang-udangan seperti rotifera sedangkan
saat dewasa, lebih menyukai ikan rucah, bangkai binatang, siput,
kerang-kerangan, tiram, mollusca dan jenis krustacea lainnya terutama
udang-udang kecil, pemakan bahan tersuspensi di daratan lumpur (Effendy dkk, 2006).
C.
Habitat
dan Penyebaran Rajungan (P. pelagicus)
Menurut Moosa
(1980) dalam Fatmawati (2009), habitat rajungan adalah pada pantai bersubstrat pasir, pasir
berlumpur dan di pulau berkarang, juga berenang dari dekat permukaan laut
(sekitar 1 m) sampai kedalaman 65 meter. Rajungan hidup di daerah estuaria
kemudian bermigrasi ke perairan yang bersalinitas lebih tinggi untuk menetaskan
telurnya dan setelah mencapai rajungan muda akan kembali ke estuaria (Nybakken,
1986).
Rajungan banyak menghabiskan hidupnya dengan
membenamkan tubuhnya di permukaan pasir dan hanya menonjolkan matanya untuk
menunggu ikan dan jenis invertebrata lainnya yang mencoba mendekati untuk
diserang atau dimangsa. Perkawinan terjadi pada musim panas dan terlihat yang
jantan melekatkan diri pada betina kemudian menghabiskan beberapa waktu
perkawinan dengan berenang (Susanto, 2010).
Menurut Juwana
(1997), rajungan hidup di berbagai ragam habitat, termaksud tambak-tambak ikan di
perairan pantai yang mendapatkan masukan air laut dengan baik. Kedalaman
perairan tempat rajungan ditemukan berkisar antara 0-60 m. Substrat dasar
habitat sangat beragam mulai dari pasir kasar, pasir halus, pasir bercampur
lumpur, sampai perairan yang ditumbuhi lamun.
Menurut Nontji (1986) dalam Jafar (2011), rajungan merupakan salah
satu jenis dari famili Portunidae
yang penyebarannya dapat ditemukan
hampir di seluruh perairan pantai Indonesia, bahkan ditemukan pula pada
daerah-daerah subtropis. Nybakken (1986), mengemukakan
bahwa rajungan hidup sebagai binatang dewasa di daerah estuaria dan di teluk
pantai. Rajungan betina bermigrasi ke perairan yang bersalinitas lebih tinggi
untuk menetaskan telurnya dan begitu stadium larvanya dilewati rajungan muda
tersebut bermigrasi kembali ke muara estuaria.
D.
Hubungan Inang dan Ektoparasit
Ektoparasit
adalah parasit yang melekat pada bagian permukaan tubuh inang. Ektoparasit
mempunyai habitat yang berbeda pada bagian permukaan tubuh inang sebagai tempat
hidupnya. Parasit yang menginfeksi bagian permukaan tubuh inang adalah dari
kelompok Protozoa, Crustaceans, Monogenea dan Helminths. Akibat dari infeksi ektoparasit ini akan
memberikan perubahan-perubahan baik pada jaringan organ tubuh maupun perubahan
sifat-sifat inang secara umum. Nourina dan Martiadi (2002), menyebutkan bahwa
ektoparasit dapat merugikan inangnya dengan banyak cara, yaitu dengan mengisap
darah, mengisap makanan hospes dan menyerap jaringan tubuh inang, akibat dari
hal tersebut akan berdampak negatif pada inang yakni dapat merusak jaringan
tubuh, menimbulkan gangguan mekanik, membawa bibit penyakit (vektor),
menimbulkan penyumbatan secara mekanis, menurunkan resistensi tubuh hospes
terhadap penyakit lainnya (Ratmin, 2002).
Menurut Izhar
(1998) dalam Sarita dkk. (2003), bahwa ektoparasit adalah
yang hidup pada permukaan tubuh inang atau rongga tubuh yang terbuka, seperti
kulit/karapaks, mata, sirip, insang dan mulut.
Sedangkan menurut Anderson (1974) dalam
Fatmah (2001), bahwa ektoparasit adalah suatu jenis penyebab penyakit yang
menyerang bagian tubuh luar organisme.
Bagian tubuh yang umumnya terinfeksi adalah bagian luar yaitu kulit,
insang, capik (khusus kepiting), sirip dan mata.
Menurut Kusumah
(1976) dalam Kabata (1985), mengatakan
bahwa parasit ditinjau dari segi siklus hidupnya dapat dibedakan menjadi tiga
kelompok yaitu intermitter parasit yaitu
siklus hidupnya secara periodik dalam waktu tertentu berada di dalam inang,
tetapi di waktu lain meningggalkan inang yang ditumpanginya. Siklus hidup yang
lain adalah fakultatif parasit dimana dapat hidup tanpa organisme lain. Kemudian
obligateri parasit yang mana siklus hidupnya membutuhkan organisme lain dan
hidup selamanya.
Menurut
Afrianto dan Liviawaty (1992), menjelaskan bahwa untuk mengetahui jenis dan
jumlah ektoparasit yang menempel pada tubuh inang perlu adanya identifikasi,
prevalensi dan intensitas. Identifikasi pada dasarnya merupakan pengenalan dan
deskripsi dari spesies yang kita teliti sedangkan prevalensi adalah persentase
organisme yang terserang ektoparasit dari seluruh sampel yang diperiksa dan intensitas
adalah jumlah rata-rata ektoparasit yang menempel pada permukaan tubuh
inang/organisme.
E. Ektoparasit Pada Crustaceae
Ektoparasit
yang biasa menginfeksi Crustaceae khususnya kepiting yaitu sebagai berikut :
1.
Octolasmis sp.
Octolasmis
sp. termasuk dalam kelompok crustaceae yang telah diidentifikasi yang
menginfeksi kepiting memiliki ukuran tubuh 0.01-0.15 cm dengan morfologi
berkoloni, memiliki tergum, carina, capitulum, scutum dan kaki. Parasit ini
bisa dilihat dengan mata telanjang, seperti pada tiap lembar insang atau kadang
melekat pada karapas bagian dalam. Parasit ini memiliki tergum yang berfungsi
sebagai mulut untuk memasukkan nutrisi makanan yang akan diserap, scutum yang
berfungsi sebagai usus yang dapat menyerap nutrisi makanan dan kaki yang
berfungsi untuk menempelkan tubuh pada salah satu organ inangnya, dasar kaki
menancap erat pada organ insang tergantung pada spesies sampai masa moulting
inang berikutnya (Jeffries et al.
2005).
Adapun klasifikasi Octolasmis sp. menurut Jeffries et
al., (1983) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Maxillopoda
Order: Pedunculata
Family: Poecilasmatidae
Genus: Octolasmis

Gambar
3. Morfologi Octolasmis sp. (Sumber :
Setiyaningsih dkk, 2014)
Menurut Costa et al, (2010), bahwa Siklus hidup spesies Octolasmis sp. meliputi enam nauplius (N1 – N6) dan satu tahap
larva cyprid. Perubahan dari N1 – N6 terjadi hanya dalam waktu delapan hari,
namun terjadi peningkatan panjang yang cukup besar hingga mencapai dua belas
kali. Dalam jangka waktu tersebut, nauplius menangkap, menelan, mencerna dan
menyimpan cadangan makanan yang cukup untuk mendukung metamorfosis tubuh menuju
morfologi yang berbeda, yaitu tahap larva cyprid dan menyediakan energi untuk
kegiatan cyprid berenang dan menjelajah, untuk pencarian inang, pemukiman dan
perlekatan kemudian untuk mendukung metamorfosis ke bentuk morfologi
selanjutnya. Seperti pada gambar di bawah ini :

Gambar 4.
Siklus Hidup Octolasmis sp. (Sumber : Costa et al, 2010)
2.
Ascarophis sp.
Menurut
Zafran (1997), bahwa Ascarophis sp.
termasuk dalam kelas Nematoda dan merupakan salah satu jenis parasit yang
menyerang bagian luar tubuh organisme atau biasa disebut ektoparasit dan
biasanya menginfeksi semua jenis ikan air laut termsuk kepiting. Ascarophis sp. merupakan ektoparasit
yang berukuran panjang dan kurus dengan segmen pada seluruh tubuhnya dan hidup
bebas, ukuran panjang jantan 5 mm dan betina 8 mm Ascarophis sp. merupakan salah satu jenis parasit yang menyerang
bagian luar tubuh baik insang maupun karapaks pada kepiting maupun lobster
(Ratmin, 2002).
Adapun klasifiksi Ascarophis sp. Menurut Zafran (1997) adalah sebagai berikut :
Filum :
Nemathelminthes
Kelas
: Nematoda
Ordo
: Secernentea
Famili :
Cystidicolidae
Genus : Ascarophis
Spesies : Ascarophis sp.
![]() |
Gambar 5. Morfologi Ascarophis sp. (Sumber : Ratmin, 2002)
Menurut Noga (1996), bahwa siklus hidup parasit
Nematoda ini terdiri dari telur, empat stadium larva dan satu stadium dewasa
yang berkembang pada inang definitif dan membutuhkan inang antara sebagai
perantara. Siklus hidup nematoda dengan inang antara stadium dewasa pada inang
definitif mengeluarkan larva atau telur yang kemudian menetas dan berkembang
menjadi larva yang hidup bebas di perairan. Larva yang berenang bebas di makan
oleh inang antara invertebrata seperti Kopepoda dan Crustaceae atau langsung
dimakan oleh inang definitif. Nematoda
dapat memanfaatkan ikan sebagai inang definitif untuk mencapai dewasa dan
sebagian lagi memanfaatkan Crustaceae sebagai inang antara.
3.
Brooklynella sp.
Brooklynella
sp, suatu protozoa yang biasa menyerang organisme laut berbentuk seperti kacang
mirip dengan Chilodonella sp. mudah
dikenal dengan adanya bulu rambut (cilia)
yang panjang, sebuah macronucleus dan kantong berbentuk oval yang terlihat
jelas dan berukuran hingga 60 dengan
garis-garis sejajar panjang silia (Dirjen Perikanan, 1996).
Adapun kalsifikasi Brooklynella sp. Menurut Lom
and Nigrilli (1970) dalam Bunkley et al, (2006) adalah sebagai berikut :
Filum :
Ciliophora
Klas
: Phyllopharyngea
Ordo :
Dysteriida
Family :
Hartmannulidae
Genus : Brooklynella
Spesies : Brooklynella
sp.

Gambar
6. Morfologi Brooklynella sp. (Sumber
: Bunkley et al, 2006)
Brooklynella sp. memiliki siklus dua
bagian hidup yang meliputi tahap berenang bebas dan menempel pada inang. Pada
tahap berenang bebas Brooklynella sp.
akan mencari inang, setelah itu menempel pada inang dan mendapatkan
makanan pada inang. Pada tubuh inang inilah Brooklynella sp. berkembang biak dengan
pembelahan biner yang diikuti dengan konjugasi. Hal inilah yang menyebabkan
perkembangbiakan Brooklynella sp.
sangat cepat. Sehingga kematian inang akibat Brooklynella sp. dapat terjadi dalam
hitungan hari saja (Anshary, 2008).
Parasit ini dijumpai di bagian luar tubuh
organisme yang terserang. Parasit
ini dapat menyebakan kematian massal dan epizootic. Memiliki penyebaran yang
kosmopolit dan umumnya menyerang ikan-ikan tropis. Tanda-tandanya penyakit yang
ditimbulkan sama dengan penyerangan Cryptocaryon
irritans, hanya saja jarang terjadi kerusakan organ luar seperti kulit ikan ataupun karapaks kepiting yang terserang. Akibat yang ditimbulkan yaitu dapat mempengaruhi aktivitas atau pergerakan
organisme secara normal serta infeksi sekunder terhadap bakteri maupun jamur (Sneiszko
and Axelrod, 1971).
4.
Chelonibia patula
Chelonibia patula termasuk
parasit yang tergolong dalam kelompok Crustaceans yang banyak menyerang bagian
karapaks pada kepiting dan umumnya parasit ini tidak sulit untuk diidentifikasi
karena dapat dilihat dengan mata telanjang (Ozcan, 2012).
Adapun klasifikasi dari Chelonibia
patula menurut Yokesh et al,
(2012) adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Phylum : Arthropoda
Class :
Maxillopoda
Ordo :
Sessilia
Subordo
: Balanomorpha
Family
: Coronulidae
Genus
: Chelonibia
Spesies
: Chelonibia patula

![]() |
Gambar
7. Morfologi Chelonibia patula (Sumber
: Yokesh et al, 2012)
Chelonibia patula adalah
spesies kosmopolitan dan dilaporkan host-epizoon dan telah dikenal dari Laut
Barat dan Laut Tengah Mediterania, Laut Levantine dan Laut Hitam serta telah
dilaporkan merajalela pada beberapa spesies kepiting seperti P. pelagicus di Australia (Shields,
1992).
Umumnya Chelonibia
patula menempel pada karapaks kepiting, namun beberapa studi parasit ini
juga didapatkan pada chelipeds dan juga kaki jalan maupun kaki renang kepiting
(Bakir et al, 2010).
F. Alat dan Tehnik Penangkapan Rajungan (P. pelagicus)
Alat tangkap
yang digunakan dalam menangkap rajungan adalah bubu hanyut. Menurut Amgyat
(1982) dalam Jafar (2011), bubu
hanyut merupakan alat tangkap rajungan yang terbuat dari besi dengan ukuran 80 x
60 cm, seperti yang disajikan pada Gambar 7. Pengoperasian bubu dilakukan
secara berderetan, dihubungkan pada tiap-tiap bubu, yang diberikan pemberat
utama dan pelampung tanda yang berbendera. Bubu dioperasikan selama 24 – 48
jam.

Gambar 8. Bubu Besi (Sumber : Jafar, 2011)
Operasi
penangkapan umumnya dilakukan pada malam hari sebanyak satu trip per hari (pola one day trip). Pada setiap trip
dilakukan dua kali pemasangan (setting)
alat tangkap. Diupayakan agar penarikan alat tangkap (hauling) pada saat air laut surut. Jadi pada prinsipnya
pengoperasian alat tangkap dilakukan dengan memanfaatkan pergerakan dan
aktivitas mencari makan dari rajungan pada saat air laut pasang di malam hari
(Mustafa dkk, 2011).



A.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dimulai pada bulan Oktober sampai
Desember 2014. Lokasi penelitian adalah di Perairan Desa Lakara, Kecamatan
Palangga Selatan, Kabupaten Konawe Selatan dan pengamatan ektoparasit dilakukan
di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan Kelas 1 Kendari, Kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan.
B.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan
yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Bahan pada Penelitian
No.
|
Alat dan Bahan
|
Kegunaan
|
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
|
a.
Alat
Mikroskop elektrik
Objek gelas
Kaca penutup
Pinset
Petri disk
Bubu besi
Buku identifikasi
Thermometer
Hand Refraktometer
Kertas Lakmus
Kamera
Mistar
Timbangan digital
|
Untuk pengamatan sampel
Tempat sampel yang diamati
Penutup objek gelas
Penjepit sampel
Tempat sampel yang diamati
Sebagai alat tangkap Rajungan
Untuk mengidentifikasi jenis ektoparasit yang ditemukan
Untuk mengukur suhu perairan
Untuk mengukur salinitas perairan
Untuk mengukur pH perairan
Untuk dokumentasi
Untuk mengukur panjang dan lebar karapaks
Untuk menimbang berat organisme uji
|
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
b.
Bahan
Rajungan (P.
pelagicus)
Alkohol 70%
Larutan Giemsa
Tissu
Aguadest
Metanil dan Bouin
|
Sebagai sampel
Bahan pewarnaan parasit
Mempermudah pewarnaan parasit
Untuk membersihkan alat
Untuk membersihkan alat
Mempermudah pewarnaan parasit
|
|
C.
Prosedur Penelitian
1.
Pengambilan Sampel
Sampel rajungan diambil dari hasil tangkapan
bubu di Perairan Desa Lakara, Kecamatan Palangga Selatan, Kabupaten Konawe
Selatan. Pengambilan sampel dilakukan empat kali selama tiga bulan dengan
selisih waktu 15 hari setiap pengambilan sampel. Jumlah sampel setiap pengamatan sebanyak
10% dari hasil tangkapan dan kemudian langsung dikelompokan menjadi tiga
kelompok berdasarkan lebar karapaksnya yaitu lebar karapaks 5,0 – 7,9 cm, 8,0 –
10,9 cm dan 11,0 – 13,9 cm. Hewan uji diusahakan tetap hidup di dalam styrofoam
yang diisi air dan daun mangrove selama 2 jam
perjalanan dari lokasi pengambilan sampel dan selanjutnya untuk dilakukan
analisis ektoparasit di Laboratorium.
2.
Pemeriksaan/Identifikasi Ektoparasit
Prosedur pemeriksaan ektoparasit mengacu pada prosedur
yang dikemukakan Kabata (1985) yaitu sebagai berikut :
-
Mengamati bagian luar tubuh organisme,
kemudian memperhatikan jenis organisme yang melekat pada tubuh rajungan.
-
Mengeruk bagian-bagian tertentu pada
bagian luar tubuh rajungan seperti karapaks, kaki jalan, kaki
renang dan insang,
-
Mengambil dengan pingset kemudian
meletakan pada objek glass yang telah disediakan dan diamati dibawah mikroskop
dengan pembesaran 100 kali.
-
Melihat jenis ektoparasit menggunakan
buku identifikasi kemudian mencatat jenis dan jumlah sesuai ukuran.
3.
Pewarnaan Spesimen
Dalam pemeriksaan Laboratorium, pewarnaan spesimen sangat membantu
memperjelas gambaran objek yang diamati, baik morfologi maupun struktur seluler
yang dimilikinya. Pada penelitian ini menggunakan pewarnaan sederhana dengan
prosedur seperti yang dikemukakan kabata (1985) yaitu sebagai berikut :
a.
Pewarnaan Protozoa
Prosedur
kerja pewarnaan parasit
protozoa yaitu sebagai berikut :
§
Buat
sedian ulas, keringkan di udara
§
Difiksasi dengan
larutan metanil selama 1-5 menit
§
Genangi
dengan larutan Giemsa selama 10 – 15 menit
§ Bilas perlahan dengan air kran, keringkan di udara
§ Amati dibawah mikroskop dengan pembesaran kuat.
b.
Pewarnaan Nematoda
Prosedur kerja
pewarnaan parasit kelas Nematoda yaitu sebagai berikut :
§ Membuat olesan tipis pada preparat
§ Difiksasi dengan larutan Bouin selama 1-5 menit
§ Diwarnai dengan Laktophenol selama 5-10 menit
§ Dehidrasi dengan dengan menggunakan larutan Alkohol 70 %
§ Kemudian mengeringkannya 10-15 menit dan diamati di bawah
mikroskop dengan pembesaran 100 kali.
4.
Prevalensi dan Intensitas
Prevalensi dan
intensitas merupakan kuantitas yang diukur berdasarkan ukuran dari suatu objek
yang diteliti. Data sampel ektoparasit yang ditemukan dari hasil pemeriksaan
kemudian dicatat dan untuk serangan ektoparasit pada rajungan dapat dianalisis dengan menghitung prevalensi dan
intensitas (Bush et al, 1997).
Perhitungan prevalensi dan intensitas dengan rumus :
a.
Prevalensi

Dengan : P =
Prevalensi (%)
N = Jumlah Sampel yang terserang (ekor)
n = Jumlah sampel yang diamati (ekor)
b.
Intensitas

Dimana : I = Intensitas
serangan ektoparasit (Individu/ekor)
p = Jumlah parasit yang ditemukan (Individu)
N= Jumlah sampel yang
terinfeksi (ekor)
5.
Perameter Kualitas Air
Parameter
yang diukur dalam penelitian ini yaitu suhu perairan (0C), salinitas
perairan (ppt) dan pH. Pengukuran beberapa
parameter kualitas air tersebut
pada saat pengambilan sampel (setiap 15 hari) selama 3 bulan.
D.
Analisis Data
Data sampel
ektoparasit yang ditemukan dari hasil identifikasi dan intensitas serangan
parasit pada rajungan serta data parameter kualitas perairan
dianalisis secara deskriptif.
![]() |
|||
![]() |
|||

A. Hasil Pengamatan
1.
Jenis Ektoparasit Pada Rajungan (P. pelagicus)
Jenis ektoparasit
yang ditemukan pada rajungan selama penelitian yaitu Octolasmis sp., Brooklynella
sp., Ascarophis sp. dan Chelonibia patula. Dari keempat jenis
ektoparasit tersebut yang paling sering ditemukan selama penelitian adalah
ektoparasit jenis Octolasmis sp.
Adapun jenis
ektoparasit yang ditemukan menyerang rajungan selama penelitian disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Jenis Ektoparasit yang Ditemukan pada Rajungan




Keterangan : √ =
Ditemukan, − = Tidak ditemukan
Berdasarkan hasil pengamatan yang disajikan
pada Tabel 2, terlihat bahwa pada pengamatan I ektoparasit yang paling banyak
ditemukan yaitu pada ukuran karapaks 11,0 – 13,9 cm yaitu ektoparasit jenis Brooklynella sp. pada organ karapaks
sebanyak 1 individu dan jenis Octolasmis
sp. pada organ insang sebanyak 3 individu dan pada ukuran karapaks 8,0 - 10,9
cm ditemukan sebanyak 3 individu ektoparasit jenis Octolasmis sp. pada organ insang dan pada ukuran karapaks 5,0 – 7,9
cm tidak ditemukan ektoparasit pada organ yang diperiksa. Pada pengamatan II
hanya ditemukan 1 jenis ektoparasit yaitu Octolasmis
sp. pada organ insang dengan jumlah 6 individu masing-masing 2 individu
pada ukuran karapaks 8,0 – 10,9 cm dan 4 individu pada ukuran karapaks 11,0 –
13,9 cm. Pada pengamatan III ditemukan 2 jenis ektoparasit yaitu Brooklynella sp. dan Octolasmis sp., dimana Brooklynella sp. ditemukan pada ukuran
karapaks 5,0 - 7,9 cm dan 11,0 – 13,9 cm masing-masing 1 individu yang
ditemukan pada organ karapaks, sedangkan ektoparasit jenis Octolasmis sp. ditemukan pada ukuran karapaks 8,0 - 10,9 cm dan
11,0 - 13,9 cm masing-masing 3 individu
dan 6 individu yang ditemukan pada organ insang. Kemudian pada
pengamatan IV ditemukan 4 jenis ektoparasit yaitu Ascarophis sp., Brooklynella
sp., Octolasmis sp. dan Chelonibia patula. Dimana pada ukuran
karapaks 5,0 – 7,9 cm ditemukan ektoparasit jenis Ascarophis sp. pada organ karapaks, sedangkan pada ukuran karapaks
8,0 – 10,9 cm ditemukan 2 jenis ektoparasit yaitu Brooklynella sp. sebanyak 1 individu pada organ karapaks dan Octolasmis sp. sebanyak 6 individu pada
organ insang, kemudian pada ukuran karapaks 11,0 - 13,9 cm ditemukan 3 jenis
ektoparasit yaitu Ascarophis sp. yang
ditemukan pada organ karapaks sebanyak 3 individu, Octolasmis sp. ditemukan pada organ insang sebanyak 11 individu dan
Chelonibia patula ditemukan pada
organ karapaks sebanyak 36 individu.
2.
Distribusi, Prevalensi dan Intensitas Serangan
Ektoparasit
a.
Distribusi, Prevalensi dan Intensitas Serangan
Ektoparasit Berdasarkan Ukuran Karapaks
Hasil perhitungan
distribusi, prevalensi dan intensitas serangan ektoparasit berdasarkan ukuran
karapaks pada rajungan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Distribusi, Prevalensi dan
Intensitas Serangan Ektoparasit Berdasarkan Ukuran Karapaks pada Rajungan

Berdasarkan Tabel 3, distribusi ektoprasit
paling sedikit ditemukan pada ukuran karapaks 5,0 - 7,9 cm sebanyak 2 individu,
pada ukuran karapaks 8,0 – 10,9 cm jumlah ektoprasit yang ditemukan sebanyak 11
individu serta yang paling banyak ditemukan yaitu pada ukuran karapaks 11,0 -
13,9 cm sebanyak 65 individu. Sedangkan prevalensi serangan ektoprasit paling
tinggi didapatkan pada ukuran karapaks 11,0 – 13,9 cm yaitu ektoparasit jenis Octolasmis sp. dengan nilai prevalensi
sebesar 68,75 % dan intensitas serangan paling tinggi didapatkan juga pada
ukuran karapaks 11,0 - 13,9 cm yaitu ektoparasit jenis Chelonibia patula sebesar 18 individu/ekor.
b.
Distribusi, Prevalensi dan Intensitas Serangan
Ektoparasit Berdasarkan Waktu Pengamatan
Hasil perhitungan
distribusi, prevalensi dan intensitas serangan ektoparasit berdasarkan waktu
pengamatan pada rajungan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Distribusi, Prevalensi dan Intensitas Serangan Ektoparasit
Berdasarkan Waktu Pengamatan pada Rajungan

Dari Tabel 4, distribusi ektoprasit paling
banyak didapatkan pada pengamatan IV sebanyak 54 individu, disusul pada
pengamatan III, I dan II masing-masing sebanyak 11 individu, 7 individu dan 6
individu. Nilai prevalensi serangan ektoparasit paling tinggi didapatkan pada
pengamatan IV yaitu ektoparasit jenis Octolasmis
sp. sebesar 41,67 %, sedangkan intensitas serangan ektoparasit paling tinggi
juga didapatkan pada pengamatan IV yaitu ektoparasit jenis Chelonibia patula sebesar 18 individu/ekor.
3.
Kualitas Air
Kualitas air
merupakan faktor lingkungan yang sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap
organisme perairan. Pengaruh langsung yang dapat ditimbulkan adalah rendahnya
laju pertumbuhan dan mudahnya organime tersebut terinfeksi atau terserang penyakit.
Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Pengukuran Kualitas Air Selama Penelitian
Parameter Kualitas Air
|
Kisaran
|
Suhu (oC)
Salinitas (ppt)
pH
Substrat
|
28 – 30
29 – 32
6-7
Pasir
|
B. Pembahasan
1.
Jenis Ektoparasit yang Ditemukan pada Rajungan (P. pelagicus)
Hasil
pemeriksaan ektoparasit pada rajungan (Tabel 2), terdapat 4 jenis parasit yang
ditemukan yaitu Octolasmis sp., Brooklynella sp., Ascarophis sp. dan Chelonibia
patula. Dari keempat jenis ektoparasit tersebut Chelonibia
patula dan Octolasmis sp. merupakan ektoparasit yang dominan
dibandingkan dengan dua jenis ektoparasit lainnya.
Adapun jenis ektoparasit yang ditemukan menginfeksi rajungan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.1.
Octolasmis sp.

Gambar 9. Octolasmis
sp. (Pembesaran 100X)
Parasit Octolasmis sp. bisa dilihat dengan mata
telanjang, seperti pada tiap lembar
insang atau kadang melekat pada karapas bagian dalam. Berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan, parasit Octolasmis
sp. ini merupakan parasit yang selalu ditemukan
selama penelitian, dimana setiap kali pengamatan parasit ini hanya
ditemukan pada organ insang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irvansyah dkk (2012), bahwa insang merupakan salah
satu organ yang sering dialiri darah, terdapat pembuluh-pembuluh darah dan
pelindungnya berupa jaringan epitel selapis yang tipis sehingga mudah untuk
diserang.
Pada
dasarnya parasit
ini adalah organisme yang membutuhkan substrat sebagai tempat penempelan.
Menurut Ross and
Jackson (1972), bahwa pada
lingkungan bentik yang normal, karapaks dari kepiting adalah salah satu contoh substrat
dengan permukaan keras yang dapat dijadikan lokasi kolonisasi oleh hewan
invertebrata bentik termasuk parasit Octolasmis sp. Akan
tetapi kulit luar dari inang merupakan substrat sementara bagi teritip ini sebab yang menjadi tujuan penempelan
akhir dari Octolasmis
sp. adalah insang karena dari hasil pemeriksaan, parasit ini hanya ditemukan
di bagian
insang. Menurut Jeffries and Voris (1983), aliran air yang melalui sistem pernapasan inang adalah
penyebab dari penyebaran parasit ini.
Keberadaan Octolasmis sp. dalam insang kepiting dapat mempengaruhi inang dalam
banyak hal, menurut Costa et al,
(2010) pengaruh yang diberikan Octolasmis
sp. pada inangnya adalah akan terjadi pengurangan sirkulasi air dan
pertukaran gas dalam insang yang diakibatkan proses fiksasi parasit,
berkurangnya oksigen dalam air pada bilik pernapasan inang dan koloni parasit
dapat menghalangi sirkulasi air dalam bilik pernapasan inang, sehingga
menyebabkan inang harus mengeluarkan energi yang lebih besar untuk proses
sirkulasi air.
1.2.
Brooklynella sp.

![]() |
Gambar 10. Brooklynella
sp. (Pembesaran 100X)
Parasit Brooklynella sp. merupakan salah satu jenis parasit yang menyerang bagian luar
tubuh inangnya (ektoparasit) dan memiliki
penyebaran yang kosmopolit, tapi umumnya menyerang organisme laut tropis dan
dapat mengakibatkan inangnya menjadi lemah, bernapas dengan cepat serta dapat
menurunkan nafsu makan. Brooklynella sp.
merupakan pasarit jenis protozoa yang masuk dalam kelas kinetofragminophorea
yang dicirikan oleh adanya alat gerak dan berupa cilia yang pendek, dimana
dapat menginfeksi organisme yang dibudidayakan maupun yang hidup secara liar
(Moler and Andres, 1986).
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada rajungan parasit ini ditemukan
pada bagian karapaks kepiting dan intensitas serangannya masih belum
membahayakan inangnya yaitu 1 individu/ekor. Parasit ini termasuk jenis
ektoparasit yang sering ditemukan pada bagian luar inang seperti insang maupun
kulit luar (karapaks), namun jarang terjadi kerusakan pada kulit luar dari
inang yang terserang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sneiszko and Axelrod
(1971), bahwa parasit ini dijumpai di bagian insang dan kulit luar inang yang
terserang. Tanda-tandanya penyakit yang ditimbulkan sama dengan penyerangan Cryptocaryon irritans, namun jarang
terjadi kerusakan kulit luar inang yang terserang. Pada tingkat
akut organisme yang terserang Brooklynella
sp. dapat menyebakan kematian massal dan epizootic pada inang karena menyerang dan
merusak bagian epitel sel pada insang. Kerusakan epitel pada insang ini akan
mengakibatkan laju respirasi meningkat dan sulit bernafas (Anshary, 2008).
1.3.
Ascarophis sp.

![]() |
Gambar 11. Ascarophis
sp. (Pembesaran 100X)
Parasit Ascarophis sp. merupakan
ektoparasit yang termasuk dalam kelas Cacing Nematoda, dimana jenis parasit
ini dapat menginfeksi berbagai jenis spesies
air laut termasuk kepiting. Dari hasil pengamatan yang dilakukan parasit ini
ditemukan pada organ karapaks rajungan. Kepiting yang terinfeksi Ascarophis sp. dalam jumlah kecil
mungkin tidak menunjukan gejala, namun dapat mengganggu pergerakan dari inangnya
sehingga pertumbuhannya akan menjadi lambat. Infeksi dari parasit ini belum
membahayakan inangnya karena hanya didapatkan pada bagian karapaks serta
jumlahnya juga masih sedikit, apabila parasit ini sudah menginfeksi organ
insang walaupun dalam jumlah kecil maka akan membuat rajungan menjadi stres
hingga dapat menyebabkan kematian (George and Gerard, 2011).
1.4. Chelonibia patula

![]() |

Gambar 12. Chelonibia
patula
Parasit Chelonibia patula
merupakan salah satu jenis parasit metazoa (lebih dari satu sel) yang tergolong
dalam kelompok crustaceans yang banyak menyerang rajungan pada bagian karapaks, kaki jalan, maupun kaki renang. Umumnya
parasit ini tidak sulit untuk diidentifikasi karena dapat dilihat dengan mata
telanjang.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan,
parasit Chelonibia patula yang
ditemukan masih berukuran kecil dan merupakan parasit yang dominan menginfeksi rajungan.
Parasit ini ditemukan menempel pada rajungan, karena lebih banyak mendapatkan
cahaya untuk proses perkembangannya. Selain itu, pada karapaks juga memiliki
permukaan biologis aktif yang terbuat dari kitin, kalsium serta lapisan mikroba
yang lebih menarik jika dibandingkan dengan substrat lain yang tidak hidup.
Parasit ini tidak ditemukan pada permukaan ventral karena diduga akibat
pengendapan kepiting ketika berjalan disepanjang dasar laut. Infeksi Chelonibia patula pada kepiting dapat
mempengaruhi tingkat pertumbuhan sebab akan mempengaruhi proses molting dan
mengurangi nilai komersial dari kepiting karena penurunan berat badan serta
secara estetika dapat mempengaruhi nilai jual kepiting tersebut (Tania et al, 2010).
Parasit yang ditemukan pada penelitian ini
masih berukuran kecil dan ditemukan pada rajungan jantan. Hal ini disebabkan
karena Chelonibia patula yang
berukuran besar lebih banyak menginfeksi kepiting betina sebagai substrat,
sebab kepiting betina lebih banyak menghabiskan waktu setelah kawin dengan
salinitas yang lebih tinggi untuk proses penetasan telur. Pada salinitas 25
sampai 40 ppt merupakan kondisi yang cocok bagi Chelonibia patula untuk penetasan telur (Lang, 1976).
2. Distribusi, Prevalensi
dan Intensitas
2.1. Distribusi Ektoparasit pada Rajungan (P. pelagicus)
2.1.1.
Distribusi
Ektoparasit Berdasarkan Ukuran Karapaks


Gambar 13. Distribusi
Ektoparasit Berdasarkan Ukuran
Karapaks pada Rajungan
Berdasarkan hasil analisis di atas
(Gambar 12), didapatkan bahwa infeksi ektoparasit jenis Ascarophis sp., Brooklynella
sp., Octolasmis sp. dan Chelonibia patula lebih banyak ditemukan
pada lebar karapaks 11,0 – 13,9 cm jika dibandingkan dengan lebar karapaks 5,0
– 7,9 cm dan 8,0 - 10,9 cm. Diduga kondisi tersebut dipengaruhi oleh umur dan
ukuran daripada rajungan. Hal ini menunjukan bahwa pada ukuran karapaks 5,0 –
7,9 cm tergolong kepiting mudah dan masih pada proses pertumbuhan, sehingga
jangka waktu ganti kulit atau molting juga cepat sehingga peluang untuk terinfeksi
parasit masih kecil. Demikian juga pada kepiting yang ukuran 11,0- 13,9 cm
tingkat infeksi parasit semakin tinggi sebab ukuran semakin besar, pertumbuhannya
sudah mulai melambat, dimana proses molting memerlukan waktu yang lama jika
dibandingkan dengan rajungan mudah, sehingga peluang untuk terinfeksi parasit semakin
tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Buchman (1988), bahwa parasit
mempunyai tingkat infeksi yang berbeda berdasarkan umur maupun ukuran inang,
semakin lama inang hidup disertai dengan pertambahan ukuran maka peluang untuk
terifeksi parasit juga semakin tinggi.
2.1.2.
Distribusi
Ektoparasit Berdasarkan Waktu Pengamatan
Distribusi ektoparasit berdasarkan waktu pengamatan dapat
disajikan pada gambar ini :


Gambar 14. Distribusi
Ektoparasit Berdasarkan Waktu
Pengamatan pada Rajungan
Distribusi ektoparasit pada setiap pengamatan juga
terjadi perbedaan, dimana pada pengamatan I dan II infeksi ektoparasit terhadap
rajungan lebih rendah jika dibandingkan dengan pengamatan III dan IV. Dari
hasil pengamatan yang dilakukan ektoparasit jenis Octolasmis sp. paling banyak ditemukan pada pengamtan IV sebanyak
13 individu kemudian pengamatan III, II dan I masing-masing 9 individu, 6
individu dan 6 individu. Hal ini disebabkan pada pengamatan III dan IV terjadi
penurunan salinitas karena curah hujan yang sedang sampai tinggi sehingga
menyebabkan terjadinya pencampuran limpasan sungai disekitar lingkungan perairan
tempat pengambilan sampel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Setiyaningsih (2014),
bahwa parasit ini paling banyak ditemukan pada kepiting yang hidupnya pada
salinitas rendah seperti Scylla serrta,
sehingga pada musim panas dengan salinitas perairan cenderung tinggi maka
tingkat serangan parasit ini sangat rendah.
Rajungan yang terserang ektoparasit
jenis Chelonibia patula hanya
ditemukan pada pengamatan IV sebanyak 36 individu. Hal ini berhubungan dengan
jumlah hasil tangkapan dan ukuran karapaks. Menurut Jafar (2011), bahwa pada
musim barat ukuran dan jumlah hasil tangkapan itu cenderung meningkat. Musim
penangkapan rajungan terdapat pada bulan Mei dan bulan Desember. Terdapatnya
dua musim penangkapan tersebut disebabkan karena pada bulan Desember
adalah musim barat atau biasa disebut puncak produksi kepiting karena saat itu
gelombang laut yang kuat menyebabkan rajungan keluar dari sarangnya. Sehingga
peluang ektoparasit untuk menginfeksi lebih banyak inang juga sangat tinggi.
Hal ini didukung dengan penelitian yang pernah dilakukan Yokesh et al (2012), menyatakan bahwa hubungan parasit dan kepiting lebih mungkin tergantung pada
ketersediaan inang sebagai organisme target serta salinitas dari
kedalaman berbeda. Lanjut disebutkan bahwa sebagian
besar kepiting banyak terinfeksi di bulan Juni sampai September (Musim hujan), karena pada bulan April sampai Juni adalah musim panas akibatnya curah hujan tercatat rendah dan pencampuran limpasan sungai di lingkungan laut juga rendah sehingga salinitas perairan cenderung stabil dan
kadang-kadang terjadi kenaikan salinitas.
2.2.
Prevalensi dan Intensitas
2.2.1.
Prevalensi dan Intensitas Serangan Ektoparasit Berdasarkan
Ukuran Karapaks
Hasil analisis prevalensi dan intensitas serangan
ektoparasit berdasarkan ukuran karapaks pada rajungan dapat dilihat pada gambar
ini :


Gambar 15. Prevalensi dan Intensitas Serangan Ektoparasit Berdasarkan
Ukuran Karapaks pada Rajungan
Dari gambar di atas menunjukan bahwa prevalensi dan
intensitas tertinggi didapatkan pada ukuran karapaks 11,0 -13,9 cm. Jenis
ektoparasit dengan prevalensi tertinggi adalah Octolasmis sp. sebesar 68,75 % dan intensitas serangan ektoparasit
tertinggi adalah jenis Chelonibia patula
dengan jumlah 18 individu/ekor. Semakin besar ukuran rajungan dengan
pertambahan umur, berarti semakin lama yang dimiliki rajungan tersebut untuk
kontak dengan parasit, sehingga prevalensi dan intensitas ektoparasit meningkat
sesuai dengan pertambahan umur dan ukuran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Price et al, (1983) dalam Sasanti (2000), mengungkapkan bahwa tubuh inang
adalah tempat untuk kolonisasi ektoparasit. Semakin besar ukuran tubuh inang,
maka peluang untuk diinfeksi ektoparasit juga semakin tinggi. Sehingga nilai
prevalensi dan intensitas serangan ektoprasit juga meningkat.
Octolasmis sp. memiliki prevalensi tertinggi karena
parasit jenis ini selalu ditemukan selama penelitian, dimana setiap kali
pengamatan parasit ini hanya ditemukan pada organ insang. Prevalensi Octolasmis sp. sebesar
68,75 %, hal ini termasuk kategori intensitas tinggi karena dapat membahayakan
organisme yang ditumpanginya (rajungan). Hal ini sesuai dengan pernyataan Irvansyah
dkk (2012), bahwa prevalensi 1-30 %
termasuk kategori intensitas rendah, hal ini tidak dapat menyebabkan stres dan
kematian pada inangnya, prevalensi 30 – 65% termasuk kategori sedang, kejadian
ini dapat menyebabkan stres dan tidak dapat menyebabkan kematian pada inangnya
dan prevalensi >65% ini termasuk intensitas tinggi yang dapat mengakibatkan
stres hingga terjadi kematian pada inangnya.
2.2.2.
Prevalensi dan Intensitas Serangan Ektoparasit Berdasarkan
Waktu Pengamatan
Hasil analisis prevalensi dan intensitas serangan
ektoparasit berdasarkan waktu pengamatan pada rajungan dapat dilihat pada
gambar ini :


Gambar 16. Prevalensi dan Intensitas Serangan Ektoparasit Berdasarkan Waktu
Pengamatan pada Rajungan
Perbedaan prevalensi dan intensitas dari setiap
pengamatan ini dipengaruhi oleh kondisi perairan maupun perkembagan dari
parasit itu sendiri. Pada pengamatan IV sampel terinfeksi oleh 4 jenis
ektoparasit, dimana jenis ektoparasit dengan prevalensi tertinggi adalah Octolasmis sp. sebesar 41,67 % dan
intensitas tertinggi yaitu ektoprasit jenis Chelonibia
patula sebesar 18 individu/ekor. Pada pengamatan IV prevalensi dan
intensitas serangan ektoparasit lebih tinggi daripada pengamatan III, II dan
pengamatan I. Hal ini dipengaruhi karena pada pengamatan IV jumlah hasil
tangkapan lebih tinggi sehingga peluang ektoparasit menginfeksi rajungan
meningkat. Selain itu, pada pengamatan IV terjadi penurunan salinitas karena
curah hujan yang sedang sampai tinggi yang menyebabkan terjadinya pencampuran
limpasan sungai di lingkungan perairan sehingga salinitas perairan cenderung tidak
stabil. Kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap ketahanan tubuh rajungan,
sehingga peluang terinfeksi ektoparasit semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Yokesh et al (2012), bahwa
hubungan
parasit dan kepiting lebih mungkin tergantung pada
ketersediaan inang sebagai organisme target serta salinitas dari
kedalaman berbeda.
Chelonibia
patula merupakan parasit yang terbanyak
ditemukan disusul parasit Octolasmis sp. Chelonibia patula termasuk parasit yang sering ditemukan pada musim
hujan sebab jumlah hasil tangkapan nelayan juga mengalami peningkatan sehingga
organisme target dari parasit tersebut menjadi tinggi. Sedangkan Octolasmis sp. berdasarkan pernyataan
Setiyaningsih (2014), bahwa parasit ini paling banyak ditemukan pada kepiting
yang hidupnya pada salinitas rendah seperti Scylla
serrta, sehingga pada musim panas dengan salinitas perairan cenderung
tinggi maka tingkat serangan parasit ini sangat rendah. Octolasmis sp. mempunyai siklus hidup langsung serta tidak
melibatkan inang perantara dan hanya melibatkan satu inang sehingga bila
kondisi perkembangannya baik, maka parasit ini akan berkembang lebih cepat
(Marcus et al, 1997).
Berdasarkan hasil identifikasi dan
penghitungan intensitas ektoparasit didapatkan bahwa intensitas tertinggi
didapatkan pada pengamatan IV, yaitu jenis ektoparasit Chelonibia patula sebesar 18 individu/ekor. Perbedaan intensitas
tersebut diduga berhubungan dengan ketersediaan inang serta pola penyebaran ektoparasit,
kaitannya dengan kondisi kualiatas air yang sesuai dengan perkembangan parasit
dan ketahanan tubuh inang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yokesh et al (2012), menyatakan bahwa hubungan parasit dan kepiting lebih mungkin tergantung pada
kondisi kualitas air yang sesuai dengan perkembangan
parasit maupun kondisi inang.
3.
Kualitas Air
Kualitas air sangat berpengaruh terhadap kondisi kepiting
baik secara langsung maupun tidak lansung, kualitas air yang mempengaruhi
kehidupan rajungan seperti salinitas perairan, suhu, pH dan kondisi dasar
perairan. Hasil pengukuran kisaran salinitas dilokasi pengambilan sampel yaitu
berkisar antara 29 – 32 ppt. Kisaran nilai salinitas ini masih dalam batas
toleransi kehidupan rajungan. Menurut Potter et al (1983) dalam Juwana
(1997), menyatakan bahwa rajungan lebih suka pada salinitas 30 – 40 ppt. Pada
musim hujan salinitas dapat turun sampai 29 ppt, tetapi hal ini nampaknya masih
dalam batas toleransi. Boyd (1982), menyatakan bahwa salinitas di laut dipengaruhi
oleh pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran air sungai. Akibat
perubahan salinitas yang tidak sesuai dengan kehidupan optimal bagi rajungan,
dapat menurunkan ketahanan tubuhnya, sehingga dapat mendukung
serangan ektoparasit terhadap rajungan tersebut.
Hasil pengukuran kisaran suhu di lokasi penelitian
diperoleh nilai kisaran 28 – 30 oC. Nilai ini menunjukan bahwa suhu
perairan selama pengambilan sampel masih dalam kisaran yang dapat ditolerir
oleh rajungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Juwana (2002) dalam Tanti dan Sulwartiwi (2010), bahwa suhu optimal untuk pertumbuhan rajungan
yaitu berkisar 27 – 32 OC. Sedangkan suhu optimum yang mendukung
serangan parasit adalah 28-310C (Irvansyah ddk, 2012).
Kisaran derajat keasaman (pH) air selama penelitian yaitu
6-7. Selama penelitian pH perairan cenderung stabil namun masih berada pada kisaran adaptasi bagi rajungan.
Perubahan pH selama penelitian relatif kecil karena perairan umum mempunyai
sistem penyangga terhadap perubahan ion yang drastis. Dengan demikian makan pH
air selama penelitian cukup baik dengan nilai relatif stabil dan sesuai untuk
kehidupan rajungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Juwana (2002), bahwa pH optimal bagi pertumbuhan rajungan adalah 7-8.
Dari hasil analisis substrat lokasi penangkapan rajungan didapatkan bahwa kondisi perairan tersebut memiliki
substrat dasar pasir. Kondisi ini termasuk habitat yang disukai oleh rajungan karena banyak menghabiskan hidupnya dengan membenamkan
tubuhnya di permukaan pasir dan hanya menonjolkan matanya untuk menunggu ikan
dan jenis invertebrata lainnya yang mencoba mendekati untuk diserang atau
dimangsa. Hal ini didukung oleh pernyataan Moosa (1980) dan Susanto (2010) dalam Jafar (2011), yang menyatakan
bahwa habitat rajungan adalah pada pantai bersubstrat pasir,
pasir berlumpur dan di pulau berkarang, juga berenang dari dekat permukaan laut
(sekitar 1 m) sampai kedalaman 65 meter.

A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Jenis parasit yang ditemukan pada rajungan yaitu Octolasmis sp., Brooklynella sp., Ascarophis sp. dan Chelonibia patula.
2. Distribusi, prevalensi dan intensitas ektoparasit tertinggi pada rajungan berdasarkan ukuran karapaks ditemukan pada kaparaks yang ukuran 11,0 – 13,9 cm, dengan tingkat serangan ektoparasit termasuk ketegori
tingkat serangan tinggi yaitu sebesar 68,75%.
3.
Distribusi, prevalensi dan intensitas ektoparasit tertinggi pada rajungan berdasarkan waktu pengamatan ditemukan pada pengamatan
IV,
dengan tingkat serangan ektoparasit termasuk ketegori tingkat serangan sedang
yaitu sebesar 41,67%.
B.
Saran
Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ektoparasit Rajungan
(P. pelagicus) dalam kegiatan budidaya untuk mengetahui perbedaan jenis dan distribusi
ektoparsit terhadap rajungan yang ditangkap dari alam dan yang
dibudidayakan.
![]() |
|||
![]() |
|||


Afrianto
dan Liviawaty, 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius. Yogiakarta.
110 hal.
Alifuddin,
M. 1993. Penyakit Protozoa pada Ikan. Labaratorium Kesehatan Ikan Jurusan
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan-Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Amgyat.N.T. 1982. Bahan dan Desain Jaring Insang
Hanyut. Jakarta. 12 hlm.
Anshary,
H. 2008. Modul Pembelajaran Berbasis Student Center Learning (SCL) Mata Kuliah
Parasitologi Ikan. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Bakır,
K., Özcan, T., and Katağan, T. 2010. On the occurrence of Chelonibia patula (Cirripedia) on the coasts of Turkey. Marine
Biodiversity Records 3: E80, 1-2.
Buchman,
K. 1988. Spatial Distribution of Psedodactylogyrus
Anguillae and P. Bini (Monognea)
on the European Eel. Anguillae, Fish Biology 32:801-802.
Bush,
A. O., Lafferty, K.D., Lotz, J.M., and Shostak, W. 1997. Parasitology Meets
Ecologi on its Own Terms Morgolis. Resivited. Parasitology. 83:575-583.
Benny K. K. Chan. 2012. "Chelonibia Leach, 1817".
World Register of Marine Species. Retrieved December 1, 2012.
Boyd, C.E, 1982. Water Quality for Pond
Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam the Netherland.
pp 40-65
Coker, 1902. The Distribution, Size Reproduction of the pedundculate
barnacle Octolasmis mulleri.
Fieldiana –Zoologi.
Costa, T.M., Christofoletti, R.A. and Pinheiro, M.A.A. 2010.
Epibionts on Arenaeus cribrarius
(Brachyura: Portunidae) from Brazil. Zoologia 27 (3): 387-394.
Dana,
D., 1994. Petunjuk Teknis Determinasi Parasit Ikan. Pusat Karantina Pertanian
dan IPB. Bogor.
Direktorat
Jenderal Perikanan, 2013. Statistik Perikanan Indonesia (Fisheries Statistic
Indonesia). Departemen Pertanian, Jakarta.
Direktorat Bina Produksi, Direktorat Jenderal Perikanan,
1966. Tentang Budidaya Perikanan. http://www.ristek.go.id
Effendy,
S., Sudirman, S. Bahri, E. Nurcahyono, H. Batubara, dan M. Syaichudin. 2006.
Petunjuk Teknis Pembenihan Rajungan (Portunus
Pelagicus Linnaenus). Diterbitkan Atas Kerjasama Departemen Kelautan dan
Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan dengan Balai Budidaya Air Payau,
Takalar.
Fatmawati.
2009. Kelimpahan Relatif dan Struktur Ukuran Rajungan Di Daerah Mangrove
Kecamatan Tekolabbua Kabupaten Pangkep. Skripsi. Jurusan Perikanan Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Gaddes, S. W.,
and Sumpton, W. D., 2004. Distribution of Bernacle Epizoites of
The Crab Portunus
pelagicus in the Moreton Bay region, eastren Australia. www.
publish.csiro.au/journals/mfr.
George O. P. Jr. And Gerard M. T., 2011.
Occurrence of Ascarophis (Nematoda:
Spiruridea) in Callianassa californiensis
Dana and Other Decapod Crustaceans. Division of Entomology and Parasitology, University of California,
Berkeley, California, 94720; and The Bodega Marine Laboratory, University of California,
Bodega Bay, California.
Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitogy : An Outline.
Weinheim. New York. PWN-Polish Scientific Publishers. Warszawa. hal 3-267.
Hadiroseyani, Y. 1990. Informasi Praktikum Parasit Ikan
Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Irvansyah,
M. Y., Abdulgani, N., dan Mahasri, G., 2012. Identifikasi dan Intensitas
Ektoparasit pada Kepiting Bakau (Scylla
serrata) Stadia Kepiting Muda di Pertambakan Kepiting, Kecamatan Sedati,
Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Sains dan Seni ITS Vol. 1. Departemen Perikanan,
Fakultas Perikanan Universitas Airlangga.
Jafar, L. 2011. Perikanan Rajungan Di Desa Mattiro Bombang
(Pulau Salemo, Sabangko Dan Sagara) Kabupaten Pangkep. Skripsi. Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar. 105 hal.
Jeffries,W.B., Voris, H.K., Naiyanetr, P.H and Panha. S.,
2005. Pedunculate Barnacles of the Symbiotic Genus Octolasmis (Cirripedia:
Thoracica: Poecilasmatidae) from the Northern Gulf of Thailand. The Natural
History Journal of Chulalongkorn University, Chulalongkorn University :
Thailand. (2005, May). 5(1): 9-13.
_______ and Voris, H.K. 1983. The Distribution, Size
Reproduction of the pedundculate barnacle Octolasmis
mulleri. Fieldiana –Zoologi.
Juwana, S. 2002. Kriteria Optimum untuk Pemeliharan Larva
Rajungan (Portunus pelagicus) di
Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI. Neptunus. Majalah Ilmiah
Pembangunan dan Pengembangan Kelautan, IX (2) : 75-88.
_______,
S. 1997. Tinjauan tentang Perkembangan Penelitian Budidaya Rajungan (Portunus pelagicus ,Linn). Oseana 22(4);
1-12.
________
1992. Crab Seed Production (Portunus
Trituberculatus) in Japan. Oseana,
Volume XVII, Nomor 1 : 31 — 44. ISSN 0216-1877.
Kabata,
Z. 1985. Parasites dan Diseases of Fish Cultured in The Tropics. Taylor &
Francis, London, Philadelphia. 317 pp.
Kasry,
A. 1991. Budidaya kepiting Bakau dan Biologi Ringkas. Penerbit PT. Bhratara
Niaga Meda, Jakarta.
[KKP]
Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2012. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia
tahun 2011. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Perikanan Tangkap, Kementrian
Kelautan dan Perikanan, ISSN : 1858-05-05, 182 hlm.
Lang,
W.H., 1976. The larval development of
the barnacles Octolasmis mulleri and Chelonibia patula. Amer. Zoo. 16: 219
(1976).


Marcus,
K, M., Jerald Volpe, W., William Jeffries, B and Harold Vories, K., 1997.
Barnacle Fouling of The Blue Crab Callinectes
sapidus at Beaufort, North Carolina. J. Crus. Bio. 17:424-439.
Mirzads.
2009. Pengemasan Daging Rajungan Pasteurisasi dalam Kaleng.
http://mirzads.wordpress.com/2009/02/12/pengemasan-daging-rajungan
pasteurisasi-dalam-kaleng/. (Akses 12 Juni 2014).
Moler,
H and K. Andres, 1986. Diseases and Parasites of Marine Fishes, Kiel : Moller.
365 Hal.
Moosa,
M. K. 1980. Beberapa Catatan Mengenai Rajungan dari Teluk Jakarta dan
Pulau-Pulau Seribu. Sumberdaya Hayati Bahari, Rangkuman Beberapa Hasil
Penelitian Pelita II. LON-LIPI, Jakarta. Hal 57-79.
Mustafa,
A., Abdullah dan D. Oetama. 2011. Studi Disain dan Pengoperasian Long Line Pots
sebagai Alat Penangkap Rajungan (Swimming
Crab) yang Efisien dan Ramah Lingkungan. Laporan Penelitian. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. Kendari.
Noble,
E. R., G. A. Noble, G. A. Schad and A. J. McInnes, 1989. Parasitology : The
Biologi Of Animal Parasiter. 6 th Ed. Lea end Febiger. Philadelphia.
London. 549 hal.
Noga
E. J. 1996. Fish Disease: Diagnosis and Treatment. Mosby-Year Book, Inc., St
Louis, MO, pp. 163-170.
Nourina
dan Martiadi, 2002. Inventrisasi Parasit Pada Tubuh Ikan. PT. Rineka Cipta.
Jakarta. 130 Hal.
Nontji,
A. 1986. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta. 105 hlm.
Nybakken,
J.W. 1986. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Biologi. Penerbit Gramedia, Jakarta.
Ozcan, T. 2012. The swimming crab Portunus
segnis (Forskål, 1775):
host for the barnacle Chelonibia platula
(Ranzani, 1818) from the Turkish coast. J. Black Sea/Mediterranean Environment Vol. 18,
No. 3: 271-278.
Ratmin,
R. 2002. Inventarisasi Ektoparasit dan Endoparasit Pada Tubuh Ikan Lema (Rastrelliger canagurta, curiver) di
Perairan Seri Kotamadya Ambon. Skripsi. Fakultas Perikanan Universitas
Pattimura. Ambon. 100 hal.
Ross,
A., Jackson, C.G.Jr., (1983). Barnacle fouling of the ornate diamondback
terrapin Malaclemys terrapin macrospilota. Crustaceana 22: 203-205.
Sarita,
A., H., Nurdin, A., R., Nur, I., dan Riani, I., 2003. Penuntun Praktikum
Parasit dan penyakit Ikan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Halu Oleo. Kendari.
Sasanti,
A. D., 2000. Inventarisasi Parasit Pada Ikan Laut. Skripsi. Program Studi
Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor. 61 Hal.
Setiyaningsih,
L. 2014. Journal of Aquaculture Management and TechnologyVolume 3, Nomor3,
Tahun 2014, Halaman8-16. Program Studi Budidaya Perairan,Jurusan
PerikananFakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.
Shields,
J. D., 1992. Parasites And Symbionts Of The Crab Portunus Pelagicus From Moreton Bay, Eastern Australia. Journal of
Crustacean Biology, 12(1): 94-100, 1992
_____,
J.D., D.E. Wickham, S.F. Blau, & A.M. Kuris. 1990. Some implications of egg
mortality caused by symbiotic nemerteans for data acquisition and management
strategies of the red king crab. Proc. Int. Symp. King & Tanner Crabs,
Nov., 1989. Anchorage, Alaska, pp. 397-402.
Sneiszko, S.F. and Axelrod, H.R. 1971,
Diseases of Fisheries T.F.H. Publications Hongkong.
Susanto,
N. 2010. Perbedaan antar Rajungan dan Kepiting Bakau. http://blog.unila.ac..id/gnugroho/category/bahan-ajar/kasrinologi/.
(Akses
11 Juni 2015)
Tania,
M.C. Ronaldo, A.C. & Marcelo, A.A.P., 2010. Epibionts on Arenaeus
cribrarius (Brachyura: Portunidae) from Brazil. Zool., 27: 387–394.
Tanti, J. T. H. Y dan Sulwartiwi, L.
2010. Rearing Technique of Blue Swimming Crab (Portunus Pelagicus Linn.) Fry At Brackish Water Culture
Development Centre of Jepara, Jepara Regency and Central Java Province. Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 2,No. 1
Yokesh,
M. B., Raveendra Durgekar, V. Janaki Devi1, C. M. Ramakritinan1, A. K.
Kumaraguru, 2012. Influence of ciriped barnacles Chelonibia patula (Ranzani) on commercial crabs from Gulf of Mannar
and Palk bay coastal waters. Department of Marine and Coastal Studies, Madurai
Kamaraj University, Madurai- 625021, India Khursawada, Karwar, Karnataka
Yusuf,
M. 2007. Kajian Pemasaran Dan Pengembangan Value Added Product Dengan
Pemanfaatan Rajungan Menjadi Produk Olahan. Bahan Tesis. Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro Program Studi : Magister Manajemen Sumberdaya Pantai.
LAMPIRAN