I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara garis besar organisme lautan terbagi atas tiga
golongan yaitu bentos, nekton,
dan plakton. Bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan.
Nekton merupakan organisme yang lebih besar dengan kemampuan renang yang
melakukan kegiatan di daerah pelagik. Plankton
didefinisikan sebagai organisme hanyut (tidak memiliki kemampuan renang) apapun yang
hidup dalam zona pelagik (bagian atas) samudera,
laut, dan badan air tawar
(Anonim, 2011).
Keberadaan
plankton di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu intensitas
cahaya, suhu, dan kecerahan suatu perairan. Intensitas cahaya sangat dibutuhkan
terutama bagi fitoplankton untuk melakukan proses fotosintesis karena
fitoplankton sebagai tumbuhan mengandung pigmen klorofil yang mampu
melaksanakan reaksi fotosintesis di mana air dan karbon dioksida dengan sinar
surya dan garam-garam hara dapat menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat.
Fitoplankton merupakan sumber mata rantai utama dalam suatu perairan yaitu
sebagai produsen primer atau organisme autotrof karena kemampuannya membentuk
zat organik dan anorganik. Fitoplankton ini sangat dibutuhkan oleh organisme
lain sebagai bahan makanan terutama bagi organisme yang mengawali daur hidupnya
sebagai plankton (Nontji, 2005)
Fitoplankton dapat berperan sebagai salah satu dari parameter
ekologi yang dapat menggambarkan kondisi suatu perairan. Salah satu ciri khas
organisme fitoplankton yaitu merupakan dasar dari mata rantai pakan di perairan
(Dawes, 1981). Oleh karena itu, kehadirannya di suatu perairan dapat
menggambarkan karakteristik suatu perairan apakah berada dalam keadaan subur
atau tidak.
Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh
beberapa parameter lingkungan dan karakteristik fisiologisnya. Komposisi dan
kelimpahan fitoplankton akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai respons
terhadap perubahan-perubahan kondisi lingkungan baik fisik, kimia, maupun
biologi (Reynolds et al. 1984). Faktor
penunjang pertumbuhan fitoplankton sangat kompleks dan saling berinteraksi
antara faktor fisika-kimia perairan seperti intensitas cahaya, oksigen
terlarut, stratifikasi suhu, dan ketersediaan unsur hara nitrogen dan fosfor,
sedangkan aspek biologi adalah adanya aktivitas pemangsaan oleh hewan,
mortalitas alami, dan dekomposisi (Goldman dan Horne, 1983).
Selain
fitoplankton, zooplankton juga berperan dalam rantai makanan, dimana
zooplankton ini merupakan produsen sekunder yang membutuhkan makanan berupa
fitoplankton. Keberadaan plankton di suatu perairan akan meningkat sejalan
dengan meningkatnya jumlah fitoplankton disuatu perairan, tetapi walaupun
jumlah/keberadaan fitoplankton di suatu perairan berkurang atau menurun, tidak
akan mempengaruhi jumlah zooplankton. Zooplankton ada yang siklus hidupnya
sebagai plankton murni dan ada juga yang sebagian siklus hidupnya sebagai
plankton (Nybakken, 1992)
Suatu
perairan dikatakan produktivitas jika dalam perairan tersebut selain intensitas
cahaya dapat menembus jauh sampai kekedalaman perairan serta kecerahan perairan
tersebut baik, jumlah fitoplankton dan zooplankton juga mempengaruhi
produktivitas suatu perairan karena jumlahnya yang melimpah didalam perairan
tersebut akan meningkatkan jumlah produksi dari ikan maupun organisme yang
membutuhkan jasad renik berupa zooplankton dan fitoplankton di perairan
tersebut. Tetapi dibalik fenomenanya ini, plankton dapat berdampak buruk bagi
sumberdaya perairan, dengan meningkatnya plankton secara besar-besaran atau
terjadi blooming, akan mengganggu organisme perairan, dimana keberadaannya
dapat membuat organisme lain yang berada disuatu perairan mati secara missal
(Anonim, 2006).
Dari informasi diatas maka dipandang perlu untuk lebih
jauh mengenal plankton terutama zooplankton dan fitoplankton serta
kelimpahannya dan keanekaragamannya disuatu perairan. Untuk mengetahui lebih
jelas maka dilakukanlah praktikum planktonologi ini.
B.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan
dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui keanekaragaman, keseragaman,
kelimpahan, dominansi fitoplankton dan epifit padang lamun di perairan pantai
Tanjung Tiram
Kegunaan
dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengetahui keanekaragaman,
keseragaman, kelimpahan, dominansi fitoplankton dan epifit padang lamun di
perairan pantai Tanjung Tiram
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Plankton
Plankton
merupakan kelompok organisme yang hanyut bebas dalam air dan sangat lemah daya
renangnya. Istilah plankton adalah suatu istilah umum, kemampuan gerak
organisme-organisme planktonik demikian lemah sehingga mereka sama sekali
disukai oleh gerakan-gerakan air. Plankton terdiri atas dua golongan yakni
fitoplankton yang merupakan tumbuhan renik yang bebas melayang dan hanyut dalam
air serta mampu berfotosintesis dan zooplankton yang merupakan hewan air yang
berukuran renik, dimana organisme ini dapat ditemukan baik di air tawar maupun
air laut (Nybakken, 1992).
Plankton
adalah organisme yang hidup melayang atau mengambang di dalam air. Kemampuan
geraknya, kalaupun ada, sangat terbatas hingga organisme tersebut selalu
terbawa arus. Plankton dapat dibagi menjadi dua golongan utama yaitu
fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton (nabati) merupakan tumbuhan yang
sangat banyak ditemukan di perairan, tetapi ukurannya mikroskopis sukar dilihat
kehadirannya. Kosentrasinya bisa ribuan hingga jutaan sel per liter air laut.
Zooplankton seringpula disebut plankton hewani, terdiri dari sangat banyak
jenis hewan. Ukurannya lebih besar daripada fitoplankton, bahkan adapula yang
mencapai lebih satu meter seperti ubur-ubur (Nontji, 2002).
Berdasarkan
daur hidupnya plankton di bagi menjadi dua kelompok yaitu holoplankton dan
meroplankton. Holoplankton yaitu organisme akuatik yang seluruh daur
hidupnya bersifat planktonik. Sedangkan meroplankton ialah organisme akuatik
yang seluruh daur hidupnya bersifat planktonik (Sachlan, 1972).
Raynold (1990) dalam Kholik (1997) menyatakan
bahwa plankton dapat dijumpai baik di perairan tawar, payau dan laut.
Berdasarkan ukurannya, plankton dapat dibedakan menjadi ultra plankton (75 μm),
nano plankton (antara 5 – 60 μm), dan net plankto (> 60 μm).
1.
Fitoplankton
Fitoplankton
yang paling menyolok dan sering dijumpai paling banyak jumlahnya adalah jenis
diatom, tumbuhan ini bersel satu (uniseluler). Di laut biasanya tiap individu
atau sel diatom hidup lepas dari sel lainnya misalnya dari jenis Dytylum sp.,
Coscinodiscus sp., dan Nitzchia sp. Tetapi ada juga diatom yang membentuk rantai sel
lain seperti Chatoceros sp., Thalassiosira sp., dan Lauderia
sp. Tetapi tiap sel dihubungkan dengan sel lain oleh benang-benang protoplasma
atau untaian-untaian lendir, sebagaimana Chaetoceros sp., dimana tiap
sel berduri/berambut halus saling berkaitan dengan sel lain, kadang-kadang pula
yang disusun oleh sel-sel ini kompleks bentuknya, misalnya Asterionella
sp., yang membentuk bintang, sedangkan kelompok spesies lain berbentuk spiral
(Raymont dalam Kholik, 1997).
Fitoplankton
sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil mampu melaksanakan reaksi
fotosintesis di mana air dan karbon diokasida dengan adanya sinar surya dan
garam-garam hara dapat menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat. Karena
kemampuan membentuk zat organik dari zat anorganik maka fitoplankton disebut
sebagai produsen primer (primary producer). Dalam rantai makanan (food chain),
fitoplankton akan dimakan oleh hewan herbivor yang merupakan produsen sekunder
(secondary producer) (Nontji, 2002).
2.
Zooplankton
Secara menyeluruh
zooplankton didominasi oleh crustacea baik jumlah individu maupun spesiesnya.
Dari golongan crustacea, cladocera hanya
diwakili beberapa jenis genu. Disamping terdapat telur dan larva ikan sebagian
besar dari meroplankton, chordata diwakili oleh berbagai Salpa, Doliodid
dan Pyrosoma yang kadang-kadang berjumlah besar. Dari appendicularia,
spesies-spesies yang termasuk genus Oikopleura dan Fritilaria
sangat terkenal dan terdapat disemua perairan bahari (Raymont dalam
Kholik, 1997).
3.
Epifit
Epifit
adalah organisme yang hidup pada suatu tanaman, dengan atau tanpa hubungan
nutrisi dengan tumbuhan inang (Harlin, 1980) dalam Joris (1998).
Beberapa organisme epifit yang hidup pada lamun adalah alga, hewan-hewan,
diatom dan monera.
Thomas
et al., (1997) mengatakan bahwa waktu epifit pada lamun semua
disumbangkan untuk kegiatan autotrophic (produksi primer). Epifit itu menempel
permanen pada rhizome, tunas, dan daun. Penempelan organisme (tumbuhan atau
hewan) memberikan manfaat untuk pertumbuhan lamun sedangkan epifauna untuk
kegiatan heterotroph. Pada saat epifit hidup dengan kepadatan tinggi akan
berdiam pada substrat dengan memberikan jalan masuk cahaya, nutrien dan
sirkulasi air. Tidak semua anggota tumbuhan air (phaeophyta) yang menempel pada
lamun dapat bertahan terhadap keberadaan bahan kimia seperti beberapa macam
organisme sessil dan mobile.
B. Morfologi
Bentuk tubuh plankton yang umumnya mikroskopik dan tidak
atau hanya mempunyai daya renang yang lemah sehingga mudah terbawa oleh arus
yang sekecil apapun (Anonim, 2007).
Ukuran phytoplankton secara khas mulai dari 0,002 mm hingga 1 mm. Pada umumnya zooplankton lebih besar
dibanding phytoplankton. Ukurannya
berkisar mulai dari ukuran copepoda kecil atau kurang dari ukuran cm, hingga
sebesar ubur-ubur yang mungkin mencapai ukuran meter (Anonim, 2006).
Tubuh
fitoplankton khususnya dinoflagellata primitif pada umunya berbentuk oval tapi
asimetri, mempunyai dua flagella, satu terletak dilekukan longitudinal dekat
tubuh bagian tengah yang disebut sulcus dan memanjang ke bagian posterior.
Sedangkan flagella yang lain kearah transversal dan ditempatkan dalam suatu
lekukan (cingulum) yang melingkari tubuh atau bentuk spiral pada beberapa
belokan. Lekukan transversal disebut girdle, merupakan cincin yang simpel dan
jika berbentuk spiral disebut annulus. Fragellum transversal menyebabkan
pergerakan rotasi dan pergerakan ke depan, sedangkan flagellum longitudinal
mengendalikan air kearah posterior (Anonim, 2011).
Diatom
bisa terdiri dari satu cell tunggal atau gabungan dari beberapa cell yang
membentuk rantai. Biasanya terapung bebas di dalam badan air dan juga
kebanyakan dari mereka melekat (attach) pada substrat yang seperti padang lamun
maupun lebih keras yang disebut dengan epifit. Pelekatan diatom biasanya karena
tumbuhan ini mempunyai semacam gelatin (Gelatinous extrusion) yang memberikan daya lekat pada benda atau
substrat. Dari bentuknya tubuhnya,
diatom itu sendiri di kenal dengan cell diatom melingkar (Centric diatom) dan
cell diatom memanjang (pennate diatom). Cell diatom ini mempunyai ukuran kurang
lebih 2 micron sampai beberapa millimeter, namun kita juga kadang menemukan
beberapa yang ukurannya sampai 200 micron. Sampai saat ini para ahli
memperkirakan jumlah species dari diatom ini sekitar 50.000 spesies (Anonim,
2011).
C. Habitat dan Distribusi
Plankton
terdapat disemua perairan bahari. Namun
demikian mereka dapat pula diklasifikasikan atas dasar jenis perairan. Salah satu klasifikasi di dasar atas iklim
wilayah perairan. Dengan demikian
dikenal plankton kutub, plankton beriklim sedang dan plankton tropik (Kholik,
1997).
Fotosintesis dapat berlangsung bila intensitas cahaya
yang sampai sesuatu sel alga lebih besar dari pada suatu intensitas tertentu,
hal ini berarti bahwa plankton yang produktif hanyalah terdapat di
lapisan-lapisan air teratas, dimana intensitas cahaya cukup bagi berlansungnya
fotosintesis. Kedalam penetrasi cahaya dalam laut yang merupakan kedalaman
dimana produksi fitoplankton masih dapat berlangsung, tergantung pada beberapa
faktor antara lain absorbsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya,
kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan, lintang geografis dan musim
(Basmi, 2000).
Fitoplankton terdapat di semua perairan
bahari. Namun demikian mereka dapat pula diklasifikasikan atas dasar jenis
perairan. Salah satu klasifikasi di dasarkan atas iklim wilayah perairan. Dengan
demikian di kenal fitoplankton kutub, fitoplankton beriklim sedang dan
fitoplankton trofik Raynold (1990) dalam Kholik 1997).
Adapula spesies yang hanya terdapat diperairan pesisir
yaitu fitoplankton neritik (misalnya Asterionella sp.). Walaupun mereka
kadang-kadang didapatkan cukup jauh dari garis pantai. Selain itu cukup banyak
pula diatom pesisir laut yang khas seperti Skeletonema costatum.
Bervariasinya kondisi perairan di perairan neritik (pantai) sehingga
mengharuskan adanya penggolongan yang lebih terperinci (Sachlan, 1972 dalam
Kholik 1997).
Lebih sukar menerangkan mengapa zooplankton neritik
tidak mampu menyebar kepesisir perairan oceanik, walaupun ternyata beberapa
spesies antara lain LeurebranchiaBalanus, Mytilus, Cardium dan beberapa
larva Polychaeta. Dengan demikian didapatkan hewan-hewan meroplankton
yang bergerombol dalam jumlah besar di lokasi-lokasi tertentu yang mengakibakan
tidak seragamnya distribusi plankton neritik. Hewan meroplankton yang
bergerombol ini akhirnya akan berpencaran tetapi tergantung dari arus dan
pasang surut (Raymont, 1981 dalam Kholik 1997). spp.,
tersebar luas di perairan neritik maupun di perairan oceanik. Jelas kiranya
bahwa organisme-organisme meroplanktonik terdapat terbatas di perairan-perairan
pantai agar dapat menyesuaikan daur hidup. Jelas kiranya bahwa banyaknya larva
meroplanktonik dihasilkan dekat pantai atau bahkan antara lokasi air pasang dan
air surut.
Distribusi epifit lebih banyak dihubungkan dengan
faktor-faktor fisik daripada faktor-faktor biotic. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan epifit di perairan yaitu sinar matahari, temperatur,
kecepatan arus dan ketersediaan unsur hara. Rutner (1974) dalam Momang
(1999) mengemukakan bahwa sinar matahari merupakan faktor pengendali
perkembangan komunitas epifit. Bukan hanya kuantitasnya (intensitas), namun lebih
ke kualitas sinar matahari. Dengan semakin dalamnya lapisan air, radiasi sinar
biru dengan panjang gelombang yang semakin pendek akan lebih dominan. Keadaan
ini akan menyebabkan perkembangan jenis epifit berbeda-beda.
D. Struktur Komunitas
Salah
satu unsur penting yang banyak hidup diperairan secara langsung atau tidak
lansung bergantung pada hasil fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air karena
meningkatnya suhu yang masih dapat ditolerir oleh organisme nabati akan diikuti
oleh kenaikan derajat metabolisme dan aktifitas fotosintesis fitoplankton yang
ada di dalam. Dengan demikian suhu air
ini erat kaitannya dengan pembentukan produktifitas primer disuatu perairan
(Musa, 1992).
Fitoplankton
diatom dan dinoflagellata adalah produsen yang dominan pada tingkat trofik di
wilayah manapun. Zooplankton penting
sebagai penghubung antara plankton dan nekton (Odum, 1996). Dalam rantai pakan (food chain), fitoplankton
akan dimakan oleh hewan herbivora yang merupakan produsen sekunder (secondary
producer). Produsen sekunder ini umumnya
berupa zooplankton yang kemudian dimangsa pula oleh hewan karnivora yang lebih
besar sebagai produsen tersier (tertier producer). Demikian seterusnya rentetan karnivor
memangsa karnivora lain hingga merupakan produsen tingkat keempat, kelima, dan
seterusnya. Fitoplankton sebagai
produsen primer, merupakan pangkal rantai pakan dan merupakan fondamen yang
mendukung kehidupan seluruh biota laut lainnya.
Atau dengan kata lain dapat disebutkan bahwa perairan yang produktivitas
primer fitoplanktonnya tinggi akan mempunyai potensi sumber daya hayati yang
besar pula (Nontji, 1987).
Berbagai macam faktor kimia dan fisika dapat
mempengaruhi pertumbuhan, kelangsungan hidup dan produktifitas tumbuhan
teresterial. Faktor-faktor penting yang sangat kritis bagi tumbuhan teresterial
adalah cahaya, suhu, kadar zat-zat hara, tanah dan air. Suatu tumbuhan yang
hidup tersuspensi dalam air, baik air maupun tanah tidak penting artinya.
Kisaran suhu di biosfer teresterial dapat mencapai suatu tingkat yang dapat
memproduksi tumbuhan. Sebaiknya kisaran suhu dalam lingkungan hidup bahari
selalu berlangsung secara bertahap dari sifat-sifat fisik air (Nybakken, 1992).
E. Pola
Adaptasi
Fitoplankton dapat bertahan hidup hanya pada lapisan
yang masih dapat ditembus cahaya matahari.
Densitas protoplasma yang tinggi (1,02-1,06), secara normal dapat membuatnya tenggelam di
perairan. Agar dapat terapung, organisme
planktonik mengembangkan beberapa pola adaptasi, utamanya adalah dengan
pengurangan ukuran, yang mana organisme planktonik ini dapat mempunyai luas permukaan
yang besar dibanding dengan berat tubuhnya, karenanya partikel yang terkandung
akan dapat mengalami pergeseran berlawanan dan dapat menghindari tenggelamnya
organisme planktonik. Tetapi pengurangan
ukuran tidak cukup, beberapa organisme planktonik mengengkat gumpalan
lemak/minyak, sehingga pengaruh gravitasi dapat berkurang. Beberapa plankton bercangkang seperti diatom,
sering mempunyai bentuk potongan seperti lempengan tipis, sehingga membutuhkan
waktu yang lama untuk tenggelam (coscinodiscus) (Kutty, 2006).
Intensitas
cahaya adalah jumlah cahaya yang terdapat di perairan pada kedalaman dan jangka
waktu tertentu. Fotosintesis oleh fitoplankton sangat tergantung terhadap
adanya cahaya. Laju fotosintesis akan tinggi bila tingkat intensitas
cahaya yang sampai ke suatu sel alga lebih besar daripada suatu intensitas
tertentu. Hal ini berarti bahwa fioplankton yang produktif hanya terdapat
dilpisan-lapisan air teratas dimana intensitas (Nontji, 2002).
III.
METODE PRAKTIKUM
Pengambilan sampel dilakukan pada hari Minggu tanggal 19
November 2011 pukul 08.00-10.00 Wita
yang bertempat di peraian pantai Tanjung Timur Kecamatan Moramo Utara Kabupaten
Konawe Selatan. Sedangkan pengamatan di Laboratorium dilaksanakan pada hari
Sabtu, tanggal 3 Desember 2011 pukul 15.00 – 17.30 Wita yang bertempat di
Laboratorium Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Haluoleo, Kendari.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan
yang digunakan pada praktikum kali ini dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut :
C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja
pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.
Pengambilan Sampel Fitoplankton
a.
Menyediakan alat yang akan digunakan yaitu plankton net
b.
Mengambil air laut dengan menggunakan ember (10
liter) sebanyak 10 kali.
c.
Menyaring dengan menggunakan plankton net.
d.
Menyimpan sisa air sampel yang terdapat pada plankton
net pada botol roll dan kemudian di tetesi dengan larutan lugol
2. Pengambilan Sampel Epifit
a. Menyiapkan perlengkapan yang digunakan
b. Mengambil daun lamun kemudian diukur panjang dan lebarnya
c. Mengeruk epifit yang melekat di
daun lamun dengan menggunakan mistar
d. Menyimpan hasil kerukan pada
botol dan kemudian di tetesi dengan larutan lugol
3. Pengamatan di Laboratorium
a.
Menyediakan alat dan bahan yang akan digunakan yaitu
mikroskop
b.
Meneteskan air sampel pada kaca objek menggunakan pipet
tetes dan tutup dengan kaca penutup.
c.
Mengamati di bawah mikroskop jenis plankton.
d.
Menggambar dan mengidentifikasi jenis plankton.
D. Analisis
data
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi
(Sumber : Dokumen Pribadi, 2011)
Gambar
2. Gambaran Umum Lokasi Praktek
Praktek Planktonologi kali ini dilakukan di perairan Desa Tanjung Tiram yang
terletak di Kecamatan Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan. Di bagian selatan perairan Tanjung
Tiram ini berbatasaan dengan Desa Wowatu dan perairan teluk Moramo, bagian
utara berbatasaan dengan Desa Lalowaru
dan perairan teluk Kendari, bagian timur berbatasan dengan perairan teluk Moramo dan bagian barat
berbatasan dengan kawasan hutan lindung. Di lokasi tersebut masih dapat ditemukan
berbagai jenis biota-biota laut yang mungkin sudah tidak bisa didapatkan lagi
di perairan lain, seperti Teluk Kendari. Di lokasi ini pula, hampir seluruh
jenis tumbuhan air dapat ditemukan. Hal
itu dikarenakan kondisi air yang masih sangat jernih sehingga cahaya yang masuk masih berada dikisaran normal yang
dibutuhkan oleh berbagai jenis tumbuhan air dan biota yang hidup di daerah
tersebut.
B.
Hasil Pengamatan
Data
pengamatan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel 2 berikut :
Tanel 2. Data Hasil Pengamatan Pada Pratikum Lapang Planktonologi di
Perairan Pantai Desa Tanjung Tiram, Kecamatan
Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan
No.
|
Jenis
|
Jumlah
|
|
Class
Bacillariophyceae
|
|
1
|
Chaetoceros sp.
|
1
|
2
|
Planktoniella sp.
|
1
|
3
|
Navicula sp.
|
2
|
4
|
Mellosira sp.
|
1
|
5
|
Oscillatoria sp.
|
3
|
6
|
Coscinodiscus sp.
|
1
|
7
|
Pseudo-nitzchia
|
2
|
8
|
cyclotella sp.
|
1
|
9
|
Thallasiosira sp.
|
1
|
10
|
Cocconeis sp.
|
1
|
11
|
Cymatopleura sp.
|
2
|
12
|
Eunotia sp.
|
1
|
13
|
Licmophora sp.
|
1
|
14
|
Nitzchia sp.
|
1
|
15
|
Diatoma sp.
|
1
|
|
Class Dynophyceae
|
|
16
|
Protoperidinium sp.
|
1
|
Adapun hasil analisis data plankton mulai dari satu
jenis spesies, dua jenis spesies sampai tiga jenis spesies dapat dilihat pada
tabel-tabel berikut dibawah ini :
Tabel 3. Analisis data untuk satu jumlah spesies
No.
|
Kelimpahan plankton
|
Indeks keanekaragaman
|
Indeks keseragaman
|
Indeks dominansi
|
1.
|
1807,5 ind/L
|
0,062
|
0,046
|
0,0019
|
Tabel 4. Analisis data untuk dua
jumlah spesies
No.
|
Kelimpahan plankton
|
Indeks keanekaragaman
|
Indeks keseragaman
|
Indeks dominansi
|
1.
|
3615 ind/L
|
0,097
|
0,073
|
0,00904
|
Tabel 5. Analisis data untuk tiga
jumlah spesies
No.
|
Kelimpahan plankton
|
Indeks keanekaragaman
|
Indeks keseragaman
|
Indeks dominansi
|
1.
|
6025
|
0,119
|
0,090
|
0,020
|
Tabel 6. Total analisis data untuk semua plankton
No.
|
Total kelimpahan plankton
|
Total keanekaragaman
|
Total keseragaman
|
Total dominansi
|
1.
|
38560 ind/L
|
1,681
|
0,8848
|
0,0748
|
C. Pembahasan
Plankton
adalah organisme renik yang pada umumnya hidup melayang di dalam air atau
mempunyai kemampuan renang yang sangat lemah sehingga pergerakannya selalu
dipengaruhi oleh gerakan massa air. Plankton dapat dibagi menjadi 2 golongan
besar yaitu fitoplankton dan zooplankton.
Keanekaragaman suatu komunitas
plankton bisa dinyatakan dengan menggunakan data dari jumlah spesies atau
jumlah genera yang ada, distribusi dari biomassa komposisi pigmen atau jumlah
dari parameter yang mudah bisa mengukur kondisi alamiah plankton.
Keanekaragaman dilakukan dengan menentukan persentase komposisi dan spesies di
dalam sampel. Semakin banyak jenis organisme yang terdapat dalam sampel maka
makin besar pula keanekaragaman, meskipun harga ini juga tergantung pada jumlah
total individu masing-masing spesies.
Plankton yang mempunyai ukuran yang berbeda-beda dalam tiap
jenis sehingga ada jenis plankton yang tidak dapat disaring dan ada yang dapat
disaring oleh plankton net. Pernyataan ini didukung oleh Sachlan (1972) yang
menyatakan bahwa plankton merupakan jasad renik yang melayang di dalam air yang
terdiri dari net plankton dan nano plankton.
Net plankton adalah plankton yang dapat disaring dengan plankton net
ukuran 25, sedangkan nano plankton adalah
plakton yang tidak dapat disaring dengan plankton net dimana plankton tersebut
ukurannya sedikit lebih kecil atau ukuran mata jaring.
Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat
memperngaruhi keberadaan plankton, diantaranya adalah kecerahan, suhu, dan arus.
Dimana, periran dengan kecerahan tertentu menunjukkan adanya kemampuan cahaya
pada intensitas yang tertentu pula untuk menembus lapisan air pada kedalaman
tertentu. Kecerahan penting karena erat
kaitannya dengan proses fotosintesis yang terjadi di perairan. Arus penting
dalam kaitannya dengan kehidupan organisme, karena arus dapat menyebabkan
perubahan suhu dan salinitas, selain itu sifat dari plankton yang pergerakannya
dipengaruhi oleh arus. Suhu juga memegang peranan penting dalam perairan
dan merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan organisme perairan termasuk
plankton sebab mengatur proses biologi dalam perairan
Dari hasil pengamatan diperoleh jenis plankton dari
kelas Bacillariophyceae yaitu Chaetoceros
sp., Planktoniella sp., Navicula sp., Mellosira sp., Oscillatoria
sp., Coscinodiscus sp., Pseudo-nitzchia, Cyclotella sp., Thallasiosira sp., Cocconeis sp., Cymatopleura
sp., Eunotia sp., Licmophora sp., Nitzchia sp., Diatoma
sp., dan dari kelas Dynophyceae yaitu Protoperidinium
sp. Berdasarkan hasil analisis data plankton yang ditemukan di Perairan Tanjung
Tiram memiliki kelimpahan total 42.2032 individu/l, keanekaragaman total 1,681 individu/l,
keseragaman total 0,8849 individu/l, dan dominasi total 0,0748 individu/l.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa kelimpahan plankton di perairan Tanjung
Tiram cukup tinggi dimana dipengaruhi dengan kecerahan perairan yang tinggi
dengan arus yang tidak terlalu tinggi shingg kelimpahan plankton menjadi
stabil. Hal ini didukung oleh pernyataan Sidabutar (2000), bahwa variasi kelimpahan plankton sangat
dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan kecerahan suatu perairan. Hal ini
dikarenakan fitoplankton membutuhkan cahaya matahari untuk proses fotosintesis
dan fitoplankton sendiri merupakan utama dari zooplankton. Faktor lain yang
mempengaruhi kelimpahan plankton yaitu
arus yang dipicu dari kombinasi kondisi pasang surut harian dan angin
yang berhembus di permukaan.
Total
indeks keanekaragaman plankton yang ditemukan di Perairan Pantai Tanjung Tiram
Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan yuitu 1,1681. Nilai Indeks keseragaman yang ditemukan
menunjukkan bahwa Peraian Pantai Tanjung Tiram memiliki indeks keanekaragaman dan penyebaran jumlah
individu setiap jenis fitoplankton sedang, kestabilan komunitas fitoplankton sedang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Odum
(1996), yang menyatakan bahwa bila nilai indeks keanekaragaman (H’) yang
diperoleh pada suatu perairan lebih besar dari 1 dan lebih kecil dari 3
memiliki keanekaragaman dan penyebaran jumlah individu setiap jenis plankton sedang, kestabilan komunitas
plankton sedang.
Berdasarkan analisis data, indeks
keseragaman plankton yang di Perairan Pantai Tanjung Tiram yaitu 0,8849. Nilai ini menunjukan bahwa
indeks keseragaman plankton di Perairan Pantai Tanjung Tiram memiliki struktur
komunitas plankton yang stabil karena kondisi lingkungan cukup prima dan
tidak mengalami tekanan ekologis (strees) . Hal ini didukung oleh
pernyataan Odum
(1996), bahwa nilai indeks keseragaman (E) plankton yaitu 0,75 < E ≤
1 merupakan komunitas plankton yang stabil. Hal ini diperjelas oleh pernyataan Basmi (2001), bahwa kondisi
struktur komunitas dalam keadaan stabil, menunjukkan kondisi lingkungan cukup
prima dan tidak terjadi tekanan ekologis.
Hasil
analisis juga menunjukkan bahwa kelimpahan total untuk semua jenis plankton
yang ditemukan yaitu 42,2032 ind/L, yang terdiri dari 1807,5 kelimpahan satu jumlah spesies, 3615 untuk kelimpahan dua jumlah spesies dan 6025 untuk kelimpahan tiga jumlah spesies. Jumlah kelimpahan plankton ini dipengaruhi oleh arus
dan kedalaman perairan tersebut. Hal in sesuai dengan pendapat (Arinandi,
1997), yang menyatakan bahwa penyebaran
plankton tidak merata dalam suatu perairan karena di pengaruhi faktor kimia maupun fisika, antara lain intensitas
cahaya matahari, salinitas, suhu dan arus. Sedangkan menurut Welch (1948) penyebaran ini dipengaruhi oleh faktor fisis
seperti aliran air, arus, kedalam dan proses “up welling” yang menyebabkan berfariasinya nitrat dan
juga menyebabkan terjadinya percampuran massa air serta faktor abiotik seperti cahaya, suhu,
kecerahan, salinitas dan ketersediaan unsur-unsur hara sangat menentukan
kelimpahan plankton sebagai salah satu komponen abiotik di dalam perairan.
Indeks
dominansi plankton di Periran Panai Tanjung Tiram yaitu 0,0748. Berdasarkan analisis data indeks
dominansi yang diperoleh menunjukknan bahwa tidak terdapat jenis plankton yang
mendominasi di Perairan pantaiTanjung Tiram. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Odum (1996), jika diperoleh nilai Indeks Dominansi mendekati 0 (<
0,5) berarti tidak terdapat jenis yang mendominasi perairan tersebut.
V. KESIMPULAN DAN
SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan
pembahasan, kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum ini adalah sebagai
berikut :
1.
Jenis-jenis plankton yang ditemukan diperairan pantai
Desa Tanjung Tiram yang terletak di Kecamatan Moramo Utara, Kabupaten Konawe
Selatan. yaitu Chaetoceros sp., Planktoniella sp.,
Navicula sp., Mellosira sp., Oscillatoria sp., Coscinodiscus sp.,
Pseudo-Nitzhia, Cyclotella sp.,
Thallasiosira sp., Cocconeis sp., Cymotopleura sp., Eunotia sp., Licmophora sp., Nitzhia sp., Diatoma sp., Protoperidium sp.
2.
Nilai indeks keanekaragaman total plankton yang
ditemukan yaitu 1,681 ind/L untuk semua
jenis plankton yang ditemukan adalah tinngi
dan hal ini dipengaruhi oleh arus, pengadukan air laut saat pengambilan sampel
dan kedalaman perairan tersebut.
3. Nilai
keseragaman total plankton yang
ditemukan yaitu 0,8849 ind/L, karena
masih ada faktor abiotik maupun faktor biotik ataupun faktor pembatas yang ada dalam
populasi itu sendiri yang tidak di amati yang turut mempengaruhi hal ini.
4.
Nilai kelimpahan total plankton yang ditemukan yaitu 42,2032
ind/L, kelimpahan ini dipengaruhi oleh faktor fisis seperti aliran air, arus, kedalam
dan proses “up welling” yang menyebabkan berfariasinya nitrat dan juga
menyebabkan terjadinya percampuran massa air serta faktor abiotik seperti
cahaya, suhu, kecerahan, salinitas dan ketersediaan unsur-unsur hara sangat
menentukan kelimpahan plankton sebagai salah satu komponen abiotik di dalam
perairan
5.
Nilai Dominansi untuk semua jenis plankton yang
ditemukan adalah rendah yaitu 0,0748 ind/L, dimana tidak ada spesies plankton yang
mendominasi. Hal ini disebabkan faktor lingkungan seperti suhu, arus, salinitas
oksigen terlarut dan parameter lingkungan lainnya yang mempengaruhi dominansi
suatu jenis plankton di suatu perairan.
B. Saran
Saran saya untuk praktikum lapang
selanjutnya sebaiknya juga dilakukan di perairan tawar agar praktikan dapat
melihat perbandingan secara langsung jenis plankton air tawar dan air laut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar