Peningkatan Produksi Rumput Laut Berbasis Kelompok Tani Sultra
Saat
ini rumput laut merupakan salah satu komoditas prioritas dan unggulan bagi
Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal ini disebabkan rumput laut
termasuk jenis komoditi yang mudah dibudidayakan, umur panen singkat hanya 45
hari. Selain itu teknologi yang digunakan cukup sederhana, biaya investasi dan
biaya produksi relatif murah, lahan dan bibit mudah dan murah, produksinya baik
dengan harga bersaing.
Potensi
pengembangan budidaya laut di Kabupaten Kolaka lebih kurang 17.000 Ha yang
terletak di sepanjang pesisir dan pulau-pulau kecil. Dimana panjang garis
pantai Kabupaten Kolaka 295 km. Sementara potensi lahan untuk pengembangan
budidaya rumput laut Indonesia seluas 4,5 juta Ha. Namun yang dimanfaatkan baru
mencapai 2,1 juta Ha atau sekitar 46,6 % dari potensi yang ada. Produksi rumput
laut Indonesia termasuk yang terbesar di dunia, khususnya jenis rumput laut
yang hanya tumbuh di lautan tropis, seperti Kappaphycus awarezii (cottoni),
Eucheuma denticulatum (spin-osum) dan Gracilaria sp. Rumput laut Indonesia
sudah diakui secara internasional sebagai bahan baku utama untuk sejumlah
industri pengolahan rumput laut dunia.
Khusus
budidaya rumput laut di Kolaka hingga tahun 2010, yang dimanfaatkan seluas
4.130 Ha, dengan jumlah pembudidaya 5.869 rumah tangga perikanan (RTP), atau
sekira 17.600 orang. Pengembangan kelompok budidaya juga ditingkatkan, dari 250
kelompok atau 1.500 orang di tahun 2008, meningkat di tahun 2010-2014 sebanyak
2.900 kelompok atau 17.600 orang.
Daerah
pengembangan rumput laut telah meluas dan tersebar di beberapa kecamatan yaitu
Kecamatan Kolaka, Latambaga, Samaturu, Wolo, Wundulako, Pomalaa, Tanggateda,
dan Watubangga, dengan 43 desa pesisir, serta pulau-pulau kecil (8 buah).
Teknologi budidaya rumput laut yang diterapkan oleh masyarakat saat ini yakni
long line dengan menggunakan tali PE. Dengan teknologi tersebut produksi rumput
laut kering mencapai 1.500 - 2.000 kg/Ha yang sebelumnya hanya 700 kg/ Ha,
karena itu produksi per minggu sekitar 177,65 ton, atau 28.525 ton/tahun.
Sementara produksi nasional tahun 2010 sebesar 3,082 juta ton atau melewati
target yang telah ditetapkan KKP sebesar 2,574 juta ton. Poduksi rumput laut
menyumbang utama produksi perikanan budidaya. Setiap tahun produksi rumput laut
terus mengalami peningkatan, dari sebesar 2,574 juta ton pada tahun 2009
menjadi 3,082 juta ton pada tahun 2010.
Proses
pengolahan rumput laut yang telah dipanen diawali dengan proses pengeringan
selama 3-4 hari di atas para-para dengan kisaran kadar air lebih kurang 32-35%.
Setelah kering hasil panen tersebut dimasukkan ke dalam karung nilon kapasitas
70-80 kg untuk kemudian disimpan dalam gudang penyimpanan. Kegiatan pemasaran
rumput laut di Kabupaten Kolaka dimulai dengan sistem pemasaran lokal (pedagang
pengepul), kemudian pedagang tersebut menjualnya ke eksportir yang ada di
Makassar dan Surabaya.
Dampak
positif terhadap ekonomi masyarakat pembudidaya melalui budidaya rumput laut,
telah dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan pembudidaya ikan sampai dengan
Rp3 juta – Rp 5 juta per bulan. Dengan semakin luas dan meningkatnya
pemanfaatan rumput laut bagi keperluan bahan baku industri maka prospek usaha
budidaya dan perdagangan rumput laut semakin cerah. Masih ada sekitar 7 ribu Ha
areal pengembangan budidaya rumput laut yang belum dimanfaatkan.
Kabupaten
Kolaka berencana melakukan pengembangan produksi rumput laut dengan perluasan
areal budidaya dari 4.130 Ha di tahun 2010, menjadi 5.000 Ha di tahun 2014.
Ditambah lagi pengembangan kebun bibit rumput laut menjadi 8 unit, dengan nilai
anggaran dari masing-masing Rp 65
juta menjadi Rp 520
juta. Begitu juga dengan pembangunan gudang penyimpanan rumput laut 15 unit,
dengan anggaran yang tadinya masing-masing Rp75 juta menjadi Rp1,1 miliar.
Selain itu, pemerintah daerah juga memberikan peningkatan anggaran untuk
pengadaan mesin katinting, pembangunan jalur dan batas-batas kawasan budidaya
rumput laut guna menghindari konflik pemanfaatan kawasan, menyiapkan anggaran
bagi kelompok pembudidaya rumput laut pemula, dan menyiapkan dana penguatan
modal dengan pola kredit lunak sebesar Rp5 miliar.
Salah
satu petani rumput laut yang mengalami kenaikan tingkat kesejahteraan karena
rumput laut adalah Syamsuddin (40), warga kelurahan Kolakasih Kecamatan
Lantambaga Kabupaten Kolaka. Sebelum menjadi petani rumput laut, Syamsuddin
bekerja sebagai penambang pasir. Namun karena pendapatannya tidak membaik,
bapak 4 orang anak ini akhirnya mencoba untuk ikut dalam kelompok tani
pembudidaya ikan untuk budidaya rumput laut (Pokdakan) Bina baru di Kelurahan
Mangolo Kecamatan Latambaga Kolaka pada tahun 2009. Saat itu ada bantuan dari
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kolaka berupa tali PE untuk bentang
tanaman rumput laut bagi petani.
Berkat
dukungan teman-teman kelompoknya, Syamsuddin menerima bantuan 70 bentang tali
PE masing-masing sepanjang 25 meter. Ia juga mendapat penyuluhan bagaimana
budidaya rumput laut yang benar. Melihat potensi produksinya tinggi dengan masa
tanam 40 hari sudah bisa dipanen, Syamsuddin lalu mencoba menanam dan panen
dengan hasil maksimal. Selang dua tahun ia sudah memiliki 900 bentang dengan
panjang 25 dan 50 meter. Ia bahkan mampu mempekerjakan 10 orang untuk membuat
bentang bibit dengan upah Rp2.500 untuk bentang ukuran 25 meter, dan Rp3.500
untuk bentang ukuran 50 meter. Saat ini ia bisa menikmati hasil penjualan
rumput kering sebanyak 1 ton setiap kali panen dengan harga jual ke pengepul
sebesar Rp9 ribu – Rp10 ribu per kg. ”Saya sangat bahagia karena kini bisa
meningkatkan penghasilan saya dan merekrut tenaga kerja karena budidaya rumput
laut,” ujarnya.
Rumput Laut Kendari
Kota
Kendari memiliki potensi strategis. Selain sebagai ibukota provinsi dan kutub
pertumbuhan ekonomi dari seluruh kabupaten/kota di Sultra, juga memiliki
peluang pengembangan usaha perikanan dengan terdapatnya Pulau Bungkutoko yang
menghadap langsung serta relatif dekat dengan Laut Banda. Kota Kendari memiliki
luas wilayah 295,89 km2 dengan perairan laut kurang lebih 177,64 km2
serta garis pantai sepanjang kurang lebih 85,8 km, cukup potensial untuk
pengembangan usaha perikanan budidaya khususnya budidaya rumput laut serta
usaha pengolahan produk hasil perikanan lainnya.
Dana
pembangunan untuk Dinas Kelautan dan Perikanan Kendari pada 2008-2010 mengalami
kenaikan. Jika pada 2008 tersedia pagu anggaran dari APBD dan DAK senilai Rp 3,19 miliar, pada 2009 sebesar Rp 4,16 miliar, dan pada 2010 mencapai
Rp 4,54 miliar. Dana tersebut digunakan
untuk meningkatkan produksi budidaya kelautan dan perikanan di Kota Kendari,
termasuk budidaya rumput laut. Potensi pengembangan usaha budidaya rumput laut
di Kota Kendari seluas 370 Ha dan tingkat pemanfaatan baru sekitar 95,07 Ha
tersebar di dua kecamatan yaitu Kecamatan Abeli seluas 200 Ha dengan produksi
438 ton tahun 2008 dan 460 ton tahun 2009, sementara di Kecamatan Kendari
seluas 170 Ha dengan produksi 27 ton pada 2008 dan 29 ton pada 2009. Target
produksi rumput laut Kota Kendari 2010-2014 mencapai 1.791,7 ton dengan luas
133 Ha. Pembudidaya rumput laut di Kota Kendari tahun 2009 sebanyak 17 kelompok
terbagi dalam dua kecamatan dan lima kelurahan dengan jumlah petani
pembudidaya 158 KK. Jumlah unit produksi dan pemasaran rumput laut di Kota Kendari
hingga saat ini tercatat 8 unit dengan kapasitas produksi rata-rata 20 – 60
ton/tahun.
Saat
ini di Kota Kendari belum ada industri pengolahan rumput laut. Para petani
memasarkan masih dalam bentuk mentah. Hal ini dikarenakan belum adanya investor
yang tertarik. Pihak Pemda terutama Dinas Perikanan dan Kelautan sedang
berusaha untuk mempromosikan komoditas rumput laut di Kota Kendari. Ke depan
diharapkan Kendari menjadi salah satu dari 3 wilayah sentra pengembangan
kluster industri rumput laut di Sulawesi Tenggara, yakni Kota Kendari
(penyuplai dari sekitar Kota Kendari, Konawe, Bombana, Konawe Utara dan Konawe
Selatan); Kabupaten Kolaka (penyuplai dari sekitar Kolaka dan Kolaka Utara);
dan Kota Bau-Bau (penyuplai dari sekitar Bau-Bau, Buton, Muna Buton Utara dan
Wakatobi).
Hal
tersebut mengingat posisi strategis dan tersedianya infrastruktur dan sarana
pendukung, dimana Kota Kendari selain sebagai ibukota provinsi juga sebagai
kutub pertumbuhan ekonomi dari 12 kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara,
disamping cukup prasarana pendukung seperti akses dan transfortasi baik udara,
laut dan darat, listrik, air bersih, depo pemasaran rumput laut serta
tersedianya lahan untuk Kawasan Industri Kota Kendari seluas 500 ha.
Diharapkan
ada proses industri pengolahan dalam pola pengembangan rumput laut agar tidak
hanya dijual dalam bentuk mentah. Hal ini akan menjadi embrio untuk skala
industri kluster yang lebih besar di Sulawesi Tenggara sehingga produk rumput
laut bisa memberikan nilai tambah yang signifikan. Bila hal itu tidak
dilakukan, maka sebagai dampak dari kurangnya kegiatan industri pengolahan
rumput laut,
sementara animo masyarakat untuk menanam rumput laut yang makin besar, maka
pendapatan petani rumput laut kurang memadai. Kondisi ini dikhawatirkan akan
dapat mengurangi gairah petani untuk memproduksi rumput laut.
Salah
satu petani rumput laut yang mengalami kenaikan kesejahteraan karena budidaya
rumput laut yakni Suhardi dari Kelompok Tani Tunas Bersatu. Warga Kelurahan
Petoaha Kecamatan Abeli Kota Kendari ini kini menjadi petani rumput laut penuh
karena produksi rumput lautnya sedang bagus, yakni 200 kg/bulan dengan nilai
jual Rp8 ribu – Rp9 ribu per kg untuk rumput laut kering. Tadinya menanam
rumput laut hanya sampingan, utamanya dia menjadi nelayan ikan tangkap. Suhardi
mengaku sejak panen rumput laut beberapa bulan terakhir dengan hasil bagus,
tingkat kesejahteraannya ikut meningkat. ”Karena rumput laut, pendapatan saya
jadi meningkat. Sekarang saya menambah bentang budidaya rumput laut saya, dari
100 bentang menjadi 150 bentang dan bisa mempekerjakan satu orang untuk
membantu saya membuat bibit dan memanen,” ujar Suhardi.
Pembudidaya
rumput lain yakni Mina (41), dari Kelompok Tani Bintang Laut yang beranggotakan
12 orang petani rumput laut. Dalam sebulan, warga Kelurahan Petoaha Kecamatan
Abeli Kota Kendari ini bisa memproduksi 250 kg rumput laut kering, dengan nilai
jual Rp8 ribu – Rp9 ribu per kg. Sudah dua tahun terakhir perempuan dengan 4
orang anak ini menjadi petani rumput laut. Dengan hasil produksi bagus dan
biaya produksi yang kecil, Mina dapat meningkatkan pendapatan keluarga hingga
100% ketimbang dulu ia sebagai penjual ikan di pasar, sementara suaminya tetap
mencari ikan dan juga ikut membantunya mengurus rumput laut mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar