Selasa, 22 Juli 2014

Budidaya Perairan UHO




Peningkatan Produksi Rumput Laut Berbasis Kelompok Tani
Sultra

Saat ini rumput laut merupakan salah satu komoditas prioritas dan unggulan bagi Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal ini disebabkan rumput laut termasuk jenis komoditi yang mudah dibudidayakan, umur panen singkat hanya 45 hari. Selain itu teknologi yang digunakan cukup sederhana, biaya investasi dan biaya produksi relatif murah, lahan dan bibit mudah dan murah, produksinya baik dengan harga bersaing.
Potensi pengembangan budidaya laut di Kabupaten Kolaka lebih kurang 17.000 Ha yang terletak di sepanjang pesisir dan pulau-pulau kecil. Dimana panjang garis pantai Kabupaten Kolaka 295 km. Sementara potensi lahan untuk pengembangan budidaya rumput laut Indonesia seluas 4,5 juta Ha. Namun yang dimanfaatkan baru mencapai 2,1 juta Ha atau sekitar 46,6 % dari potensi yang ada. Produksi rumput laut Indonesia termasuk yang terbesar di dunia, khususnya jenis rumput laut yang hanya tumbuh di lautan tropis, seperti Kappaphycus awarezii (cottoni), Eucheuma denticulatum (spin-osum) dan Gracilaria sp. Rumput laut Indonesia sudah diakui secara internasional sebagai bahan baku utama untuk sejumlah industri pengolahan rumput laut dunia.
Khusus budidaya rumput laut di Kolaka hingga tahun 2010, yang dimanfaatkan seluas 4.130 Ha, dengan jumlah pembudidaya 5.869 rumah tangga perikanan (RTP), atau sekira 17.600 orang. Pengembangan kelompok budidaya juga ditingkatkan, dari 250 kelompok atau 1.500 orang di tahun 2008, meningkat di tahun 2010-2014 sebanyak 2.900 kelompok atau 17.600 orang.
Daerah pengembangan rumput laut telah meluas dan tersebar di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Kolaka, Latambaga, Samaturu, Wolo, Wundulako, Pomalaa, Tanggateda, dan Watubangga, dengan 43 desa pesisir, serta pulau-pulau kecil (8 buah). Teknologi budidaya rumput laut yang diterapkan oleh masyarakat saat ini yakni long line dengan menggunakan tali PE. Dengan teknologi tersebut produksi rumput laut kering mencapai 1.500 - 2.000 kg/Ha yang sebelumnya hanya 700 kg/ Ha, karena itu produksi per minggu sekitar 177,65 ton, atau 28.525 ton/tahun. Sementara produksi nasional tahun 2010 sebesar 3,082 juta ton atau melewati target yang telah ditetapkan KKP sebesar 2,574 juta ton. Poduksi rumput laut menyumbang utama produksi perikanan budidaya. Setiap tahun produksi rumput laut terus mengalami peningkatan, dari sebesar 2,574 juta ton pada tahun 2009 menjadi 3,082 juta ton pada tahun 2010.
Proses pengolahan rumput laut yang telah dipanen diawali dengan proses pengeringan selama 3-4 hari di atas para-para dengan kisaran kadar air lebih kurang 32-35%. Setelah kering hasil panen tersebut dimasukkan ke dalam karung nilon kapasitas 70-80 kg untuk kemudian disimpan dalam gudang penyimpanan. Kegiatan pemasaran rumput laut di Kabupaten Kolaka dimulai dengan sistem pemasaran lokal (pedagang pengepul), kemudian pedagang tersebut menjualnya ke eksportir yang ada di Makassar dan Surabaya.
Dampak positif terhadap ekonomi masyarakat pembudidaya melalui budidaya rumput laut, telah dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan pembudidaya ikan sampai dengan Rp3 juta – Rp 5 juta per bulan. Dengan semakin luas dan meningkatnya pemanfaatan rumput laut bagi keperluan bahan baku industri maka prospek usaha budidaya dan perdagangan rumput laut semakin cerah. Masih ada sekitar 7 ribu Ha areal pengembangan budidaya rumput laut yang belum dimanfaatkan.
Kabupaten Kolaka berencana melakukan pengembangan produksi rumput laut dengan perluasan areal budidaya dari 4.130 Ha di tahun 2010, menjadi 5.000 Ha di tahun 2014. Ditambah lagi pengembangan kebun bibit rumput laut menjadi 8 unit, dengan nilai anggaran dari masing-masing Rp 65 juta menjadi Rp 520 juta. Begitu juga dengan pembangunan gudang penyimpanan rumput laut 15 unit, dengan anggaran yang tadinya masing-masing Rp75 juta menjadi Rp1,1 miliar. Selain itu, pemerintah daerah juga memberikan peningkatan anggaran untuk pengadaan mesin katinting, pembangunan jalur dan batas-batas kawasan budidaya rumput laut guna menghindari konflik pemanfaatan kawasan, menyiapkan anggaran bagi kelompok pembudidaya rumput laut pemula, dan menyiapkan dana penguatan modal dengan pola kredit lunak sebesar Rp5 miliar.
Salah satu petani rumput laut yang mengalami kenaikan tingkat kesejahteraan karena rumput laut adalah Syamsuddin (40), warga kelurahan Kolakasih Kecamatan Lantambaga Kabupaten Kolaka. Sebelum menjadi petani rumput laut, Syamsuddin bekerja sebagai penambang pasir. Namun karena pendapatannya tidak membaik, bapak 4 orang anak ini akhirnya mencoba untuk ikut dalam kelompok tani pembudidaya ikan untuk budidaya rumput laut (Pokdakan) Bina baru di Kelurahan Mangolo Kecamatan Latambaga Kolaka pada tahun 2009. Saat itu ada bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kolaka berupa tali PE untuk bentang tanaman rumput laut bagi petani.
Berkat dukungan teman-teman kelompoknya, Syamsuddin menerima bantuan 70 bentang tali PE masing-masing sepanjang 25 meter. Ia juga mendapat penyuluhan bagaimana budidaya rumput laut yang benar. Melihat potensi produksinya tinggi dengan masa tanam 40 hari sudah bisa dipanen, Syamsuddin lalu mencoba menanam dan panen dengan hasil maksimal. Selang dua tahun ia sudah memiliki 900 bentang dengan panjang 25 dan 50 meter. Ia bahkan mampu mempekerjakan 10 orang untuk membuat bentang bibit dengan upah Rp2.500 untuk bentang ukuran 25 meter, dan Rp3.500 untuk bentang ukuran 50 meter. Saat ini ia bisa menikmati hasil penjualan rumput kering sebanyak 1 ton setiap kali panen dengan harga jual ke pengepul sebesar Rp9 ribu – Rp10 ribu per kg. ”Saya sangat bahagia karena kini bisa meningkatkan penghasilan saya dan merekrut tenaga kerja karena budidaya rumput laut,” ujarnya.
Rumput Laut Kendari
Kota Kendari memiliki potensi strategis. Selain sebagai ibukota provinsi dan kutub pertumbuhan ekonomi dari seluruh kabupaten/kota di Sultra, juga memiliki peluang pengembangan usaha perikanan dengan terdapatnya Pulau Bungkutoko yang menghadap langsung serta relatif dekat dengan Laut Banda. Kota Kendari memiliki luas wilayah 295,89 km2 dengan perairan laut kurang lebih 177,64 km2 serta garis pantai sepanjang kurang lebih 85,8 km, cukup potensial untuk pengembangan usaha perikanan budidaya khususnya budidaya rumput laut serta usaha pengolahan produk hasil perikanan lainnya.
Dana pembangunan untuk Dinas Kelautan dan Perikanan Kendari pada 2008-2010 mengalami kenaikan. Jika pada 2008 tersedia pagu anggaran dari APBD dan DAK senilai Rp 3,19 miliar, pada 2009 sebesar Rp 4,16 miliar, dan pada 2010 mencapai Rp 4,54 miliar. Dana tersebut digunakan untuk meningkatkan produksi budidaya kelautan dan perikanan di Kota Kendari, termasuk budidaya rumput laut. Potensi pengembangan usaha budidaya rumput laut di Kota Kendari seluas 370 Ha dan tingkat pemanfaatan baru sekitar 95,07 Ha tersebar di dua kecamatan yaitu Kecamatan Abeli seluas 200 Ha dengan produksi 438 ton tahun 2008 dan 460 ton tahun 2009, sementara di Kecamatan Kendari seluas 170 Ha dengan produksi 27 ton pada 2008 dan 29 ton pada 2009. Target produksi rumput laut Kota Kendari 2010-2014 mencapai 1.791,7 ton dengan luas 133 Ha. Pembudidaya rumput laut di Kota Kendari tahun 2009 sebanyak 17 kelompok terbagi dalam dua kecamatan dan lima kelurahan dengan jumlah petani  pembudidaya 158 KK. Jumlah unit produksi dan pemasaran rumput laut di Kota Kendari hingga saat ini tercatat 8 unit dengan kapasitas produksi rata-rata 20 – 60 ton/tahun.
Saat ini di Kota Kendari belum ada industri pengolahan rumput laut. Para petani memasarkan masih dalam bentuk mentah. Hal ini dikarenakan belum adanya investor yang tertarik. Pihak Pemda terutama Dinas Perikanan dan Kelautan sedang berusaha untuk mempromosikan komoditas rumput laut di Kota Kendari. Ke depan diharapkan Kendari menjadi salah satu dari 3 wilayah sentra pengembangan kluster industri rumput laut di Sulawesi Tenggara, yakni Kota Kendari (penyuplai dari sekitar Kota Kendari, Konawe, Bombana, Konawe Utara dan Konawe Selatan); Kabupaten Kolaka (penyuplai dari sekitar Kolaka dan Kolaka Utara); dan Kota Bau-Bau (penyuplai dari sekitar Bau-Bau, Buton, Muna Buton Utara dan Wakatobi).
Hal tersebut mengingat posisi strategis dan tersedianya infrastruktur dan sarana pendukung, dimana Kota Kendari selain sebagai ibukota provinsi juga sebagai kutub pertumbuhan ekonomi dari 12 kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara, disamping cukup prasarana pendukung seperti akses dan transfortasi baik udara, laut dan darat, listrik, air bersih, depo pemasaran rumput laut serta tersedianya lahan untuk Kawasan Industri Kota Kendari seluas 500 ha.
Diharapkan ada proses industri pengolahan dalam pola pengembangan rumput laut agar tidak hanya dijual dalam bentuk mentah. Hal ini akan menjadi embrio untuk skala industri kluster yang lebih besar di Sulawesi Tenggara sehingga produk rumput laut bisa memberikan nilai tambah yang signifikan. Bila hal itu tidak dilakukan, maka sebagai dampak dari kurangnya kegiatan industri pengolahan rumput laut, sementara animo masyarakat untuk menanam rumput laut yang makin besar, maka pendapatan petani rumput laut kurang memadai. Kondisi ini dikhawatirkan akan dapat mengurangi gairah petani untuk memproduksi rumput laut.
Salah satu petani rumput laut yang mengalami kenaikan kesejahteraan karena budidaya rumput laut yakni Suhardi dari Kelompok Tani Tunas Bersatu. Warga Kelurahan Petoaha Kecamatan Abeli Kota Kendari ini kini menjadi petani rumput laut penuh karena produksi rumput lautnya sedang bagus, yakni 200 kg/bulan dengan nilai jual Rp8 ribu – Rp9 ribu per kg untuk rumput laut kering. Tadinya menanam rumput laut hanya sampingan, utamanya dia menjadi nelayan ikan tangkap. Suhardi mengaku sejak panen rumput laut beberapa bulan terakhir dengan hasil bagus, tingkat kesejahteraannya ikut meningkat. ”Karena rumput laut, pendapatan saya jadi meningkat. Sekarang saya menambah bentang budidaya rumput laut saya, dari 100 bentang menjadi 150 bentang dan bisa mempekerjakan satu orang untuk membantu saya membuat bibit dan memanen,” ujar Suhardi.
Pembudidaya rumput lain yakni Mina (41), dari Kelompok Tani Bintang Laut yang beranggotakan 12 orang petani rumput laut. Dalam sebulan, warga Kelurahan Petoaha Kecamatan Abeli Kota Kendari ini bisa memproduksi 250 kg rumput laut kering, dengan nilai jual Rp8 ribu – Rp9 ribu per kg. Sudah dua tahun terakhir perempuan dengan 4 orang anak ini menjadi petani rumput laut. Dengan hasil produksi bagus dan biaya produksi yang kecil, Mina dapat meningkatkan pendapatan keluarga hingga 100% ketimbang dulu ia sebagai penjual ikan di pasar, sementara suaminya tetap mencari ikan dan juga ikut membantunya mengurus rumput laut mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar